Anggaran Dipotong, Sri Mulyani Pastikan Ekonomi RI Tetap Aman

Pemerintah memproyeksikan terjadi shortfall (kekurangan) penerimaan pajak sebesar Rp 219 triliun di APBN-P 2016.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Agu 2016, 17:29 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2016, 17:29 WIB
20160727-Usai Pelantikan, Sejumlah Menteri Langsung Ikuti Sidang Kabinet Paripurna
Presiden Joko Widodo memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka,Jakarta, Rabu (27/7). Dalam sidang kabinet paripurna tersebut membahas Pembahasan Pagu Anggaran dan RAPBN tahun 2017 serta arahan Presiden. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tidak akan terganggu meskipun terjadi pemangkasan anggaran hingga Rp 133,8 triliun. Kebijakan tersebut merupakan kali kedua di 2016, setelah sebelumnya anggaran negara dihemat Rp 50,6 triliun.

"Saya yakin bisa (menjaga pertumbuhan)," tegas Sri Mulyani saat usai Penutupan World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 di JCC, Jakarta, Kamis (4/8/2016).

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, pemerintah dan DPR mematok pertumbuhan ekonomi di level 5,2 persen. Target ini turun dibanding kesepakatan di APBN Induk 2016 yang sebesar 5,3 persen.

Sri Mulyani beralasan, pemotongan anggaran tidak akan menyentuh program prioritas Kementerian dan Lembaga, seperti pembangunan infrastruktur maupun belanja barang, belanja modal yang sudah terikat dalam sebuah perjanjian atau kontrak.

"Presiden melihat banyak sekali ruang untuk efisiensi, apakah itu biaya perjalanan, dana operasional tidak terlalu penting. Tapi tidak memotong anggaran infrastruktur, hal-hal yang sudah dikontrakkan," terang Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Seperti diketahui, pemerintah memproyeksikan terjadi shortfall (kekurangan) penerimaan pajak sebesar Rp 219 triliun di APBN-P 2016, sehingga perlu langkah penghematan hingga Rp 133 triliun. Defisit anggaran pun terancam melebar menjadi 2,5 persen dari Product Domestic Bruto (PDB) dan menambah utang Rp 17 triliun.

Penerimaan pajak seret, salah satunya dari pengembalian (restitusi) pajak yang meningkat di tahun ini. Menurut Sri Mulyani, Wajib Pajak membayar pajak berdasarkan harga komoditas yang lebih tinggi pada tahun lalu, sementara harga jual sebenarnya merosot tajam. "Jadi mereka dalam posisi rugi bayar, sehingga meminta restitusi," jelasnya.

Berdasarkan data, Ditjen Pajak harus melunasi seluruh kewajiban kelebihan bayar pajak atau restitusi sebesar Rp 61 triliun.

Dalam hal pemangkasan anggaran dan asumsi perubahan defisit anggaran, Sri Mulyani mengaku akan membahasnya dengan DPR. Namun ketika dikonfirmasi apakah akan mengajukan revisi APBN-P 2016 ke parlemen, dia tidak menjawab lugas.

"Nanti kita akan lihat, kalau yang legislasi kita lihat apa yang sudah di pipeline. Nanti kita akan diskusikan dengan DPR. Karena UU APBN-P sangat jelas, kita lakukan apa yang bisa dilakukan pemerintah," pungkas Sri Mulyani. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya