Kenaikan Harga Rokok Bakal Picu Inflasi Cirebon

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon menyatakan kenaikan harga rokok akan memicu inflasi.

oleh Panji Prayitno diperbarui 23 Agu 2016, 21:15 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2016, 21:15 WIB
Harga Rokok Akan Menjadi 50 Ribu Perbungkus, Masih Mau Ngerokok?
Ilustrasi rokok. (via: istimewa)

Liputan6.com, Cirebon - Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon menyatakan kenaikan harga rokok akan memicu inflasi. Kekhawatiran ini muncul setelah santer isu yang menyebutkan harga rokok akan naik.

Pasalnya, berdasarkan survei biaya hidup tahun 2012 timbangan konsumsi rokok di Kota Cirebon mencapai 1,8. Menurut Kepala BPS Imron Budianto, jumlah tersebut berada di posisi setelah beras yang timbangan konsumsinya mencapai 5,1.

Padahal, tingkat inflasi di Kota Cirebon pada Juli 2016 lalu tercatat sebagai yang terendah dari 26 kota di pulau Jawa. "Jadi kalau masyarakat Kota Cirebon penghasilannya Rp 100, digunakan untuk belanja beras Rp 5,1 dan untuk membeli rokok Rp 1,8. Itu lebih tinggi dibandingkan bahan bakar rumah tangga dan semen," kata Imron Budianto, Selasa (23/8/2016).

Pihaknya mengkhawatirkan jika kebijakan tersebut diterapkan akan terjadi tarik menarik terhadap inflasi di daerah berkembang ini. Sehingga, masyarakat akan lebih memilih membeli rokok daripada minyak tanah atau gas.

Menurut dia, jangan sampai masyarakat Kota Cirebon tidak mampu memenuhi kebutuhan lain lantaran uang belanjanya habis untuk membeli rokok. Malah, lanjutnya, kenaikan harga rokok justru membuat tingkat konsumsi rokok di Kota Cirebon meningkat.

"Makanya harus ada tindak lanjut agar dapat mengurangi konsumsi rokok. Misalnya dengan sosialisasi bahaya rokok secara intens. Agar konsumsi rokoknya berkurang," ujarnya.

Dia memprediksi, pada Agustus ini tingkat inflasi di Kota Cirebon masih relatif stabil. Pada Juli 2016, tingkat inflasi di Kota Cirebon sebesar 0,24 persen.

Inflasi tersebut dengan indeks harga konsumen sebesar 120,39. Dari 7 kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi yaitu kelompok sandang 0,65 persen, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,38 persen.

Selanjutnya, kelompok pendidikan 0,28 persen, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,28 persen. Pada kelompok kesehatan 0,19 persen, kelompok bahan makanan 0,14 persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,09 persen.

Adapun sub kelompok yang memberikan andil terbesar adalah daging dan hasil-hasilnya. Dia berharap kebijakan pemerintah menaikkan harga rokok untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok tersebut tepat sasaran. (Panji Prayitno)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya