Sri Mulyani: Tumbuh 5 Persen, Ekonomi RI Tidak Krisis

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun 5 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Agu 2016, 10:06 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2016, 10:06 WIB
20160825- Sri Mulyani Raker Bareng Banggar DPR -Jakarta- Johan Tallo
Menkeu Sri Mulyani berjanji akan menyusun APBN yang jauh lebih realistis dan kredibel untuk tahun anggaran mendatang saat saat Raker dengan Banggar DPR, Jakarta,Kamis (25/8). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun 5 persen, termasuk untuk tahun ini yang ditargetkan mencapai 5,2 persen. Kondisi perekonomian tersebut dinilai masih stabil dibanding negara lain yang mengalami kontraksi pertumbuhan.

"Ekonomi Indonesia tidak mengalami krisis. Ekonomi kita masih tumbuh 5 persen dibanding negara lain. Jadi 5 persen is not crisis at all," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Jumat (26/8/2016).

Pemerintah, katanya, menyadari bahwa ada beberapa poin di makro, mikro, dan sektoral yang tidak saling berhubungan (match) satu dengan yang lain. Sehingga pemerintah perlu melakukan penyesuaian belanja atau pemotongan anggaran sebagai langkah penyelamatan fiskal.

"Kita perlu melakukan adjustment, supaya tidak menjadi gangguan kronis dan justru menjatuhkan bahkan menciptakan krisis kepercayaan," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Sri Mulyani menambahkan, pemangkasan anggaran di Indonesia, khususnya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, berbeda atau tidak sebesar yang dialami Brasil maupun Rusia karena dua negara tersebut mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi 7 persen.

Kondisi perekonomian dan stabilitas politik di Indonesia, ujarnya, memiliki kepastian tinggi. Berbeda dengan Afrika Selatan maupun Turki. Hubungan pemerintah dan DPR RI atau parlemen pun berlangsung harmonis untuk memutuskan kebijakan yang tepat, termasuk soal defisit anggaran. Dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, defisit fiskal tidak boleh melebihi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Sri Mulyani, pemerintah Indonesia maupun parlemen akan menaati UU sebagai produk hukum, termasuk UU Keuangan Negara. Tidak tiba-tiba memutuskan defisit dilebarkan 10 persen atau 15 persen, bahkan bisa menyebabkan pembahasan suatu kebijakan terhenti alias deadlock hingga berdampak pada penolakan DPR atas kebijakan pemerintah.

"Kita masih punya ruang fiskal walaupun tidak selebar yang dibayangkan sebelumnya. Kita akan lihat realisasi penerimaan APBN-P 2016 setiap saat, dan berpatokan keras bahwa maksimum defisit anggaran 3 persen dari PDB tanpa mengurangi alokasi belanja untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur," katanya.

Pemerintah, katanya, sangat berhati-hati dalam melakukan penyisiran belanja kementerian/lembaga yang mencapai Rp 137,6 triliun. Ada proses panjang yang harus dilakukan Sri Mulyani untuk memangkas anggaran.
Alurnya, Kemenkeu akan menjelaskan alasan pemangkasan kepada Presiden. Jika Presiden setuju menginstruksikan pemotongan anggaran, tahap selanjutnya membahas dengan Menko Bidang Perekonomian dan Kepala Bappenas.

"Dengan Menko dan Bappenas, kita akan buat kriteria pemotongan anggaran tanpa menghilangkan momentum pertumbuhan, konsisten dengan program mengurangi kemiskinan, serta mengawal Nawa Cita Presiden," ujar Sri Mulyani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya