BI Sambut Positif Ada Acuan Harga Bahan Pokok

Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, acuan harga bahan pokok cocok diterapkan di Indonesia sebagai negara kepulauan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Sep 2016, 19:11 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2016, 19:11 WIB
20160819-Gubernur BI Berikan Keterangan Soal Triwulan II 2016
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat akan memberikan keterangan pers di Jakarta,(19\8). Hasil Rapat Dewan Gubernur BI mencatat triwulan II 2016 mempertahankan 7 days Repo Rate sebesar 5,25 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyambut baik rencana Kementerian Perdagangan membuat acuan harga bahan pokok. Lantaran akan membuat harga bahan pokok Indonesia leb‎ih stabil dan menghindari permainan harga.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, ‎acuan harga bahan pokok cocok diterapkan di Indonesia sebagai negara kepulauan. Hal itu mengingat Indonesia memiliki tantangan dalam distribusi barang.

"Ini baik Indonesia punya tantangan khusus negara kepulauan jadi untuk mengendalikan harga kita yakinkan pasokan ada. Distribusi baik‎," kata Agus, di Kantor Bank Indonesia, Jumat (2/9/2016).

Agus melanjutkan, ada acuan harga bahan pokok akan mengendalikan permainan harga. Lantaran harga sudah ditentukan sehingga harga stabil. Hal itu berujung pada inflasi rendah.

"Kalau bangun satu sistem acuan pangan strategis itu baik sekali untuk menghindarkan fluktuasi harga yang dimainkan perantara," tutur Agus.

DKI Jakarta Jadi Percontohan

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengeluarkan kebijakan harga acuan terendah untuk tingkat petani ‎dan harga acuan tertinggi untuk tingkat konsumen terkait harga pangan.

Adanya kebijakan ini diharapkan bisa mengendalikan harga bahan pangan di pasaran, tapi tetap menguntungkan bagi petani dan peternak.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan, DKI Jakarta akan menjadi pilot project penerapan kebijakan ini.

Pemerintah akan menggandeng Perum Bulog untuk menyerap komoditas pangan dari petani dan peternak. Selain itu, juga dengan BUMD yaitu PD Pasar Jaya untuk mendistribusikan komoditas tersebut di pasar-pasar tradisional di Jakarta.

‎"Iya, kita kerja sama dengan BUMD seperti semi grosir dan kita juga ajak swasta ikut dengan menjual sesuai HET (harga eceran tertinggi) ke pedagang kecil, juga mereka sudah ada margin. Jadi kita tidak membuka pasar sendiri. Tapi kita memberikan seperti semigrosir dengan keuntungan," kata dia.

Enggar mengungkapkan, dengan adanya aturan ini, maka pemerintah bisa melakukan intervensi jika harga empat komoditas ini mengalami lonjakan tinggi. Selain itu, pedagang juga bisa menjual dengan harga yang sama, sehingga tidak merugikan konsumen.

"Kita akan intervensi kalau ada harga tinggi. Nah, di pasar ini HET-nya tetap. Nanti tergantung komoditasnya. Misalnya gula kita start Rp 12.500 per kg, tapi pedagang eceran mendapatkan harus di bawah itu. Jadi semua pedagang menjual yang sama. Demikian juga dengan beras dan daging," kata dia.

Nantinya penyesuaian harga acuan tersebut akan ditinjau tiap empat bulan sekali. Kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan rencananya  terbit dalam pekan ini.

"Kita baru siapkan acuannya karena ada satu surat penugasan lengkap, berapa harganya. Karena kita minta persetujuan dari Menko (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) dulu, baru setelah itu kita publish," ujar dia‎. (Pew/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya