Liputan6.com, Jakarta Dana untuk meredam perubahan iklim yang dikumpulkan oleh negara-negara dunia diharapkan bisa juga dinikmati para petani lokal. Komitmen pendanaan iklim itu dibuat pada 2015 di Paris.
Direktur Pelaksana Program Keberlanjutan PT Asia Pulp and Paper Aida Greenbury mengatakan, saat ini mekanisme pembayaran dana perubahan iklim yang ditetapkan negara-negara pengusung perubahan iklim tidak menjadi insentif dan tidak memenuhi kebutuhan para petani di lapangan.
"Tetapi menahan pembayarannya sampai target pengurangan emisi tercapai. Jika pendanaan donor tetap berpegang pada sistem pembayaran berdasarkan hasil, maka masih banyak aspek yang masih harus dibenahi dalam sistem pendanaannya,” kata dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Advertisement
Kesepakatan pendanaan iklim (Climate Financing) dibuat oleh negara-negara di dunia dalam 21st Conference for the Parties (COP21) di Paris pada Desember 2015. Target kesepakatan pendanaan iklim itu cukup ambisius karena mematok target pendanaan US$ 100 miliar pada 2020.
“Bukan hanya jumlah dana yang ingin diraih sebagai parameter sebuah program itu sukses, tapi mekanisme yang efektif untuk menyalurkannya juga perlu ditata,” ujar dia.
Dia juga menegaskan pentingnya peran swasta untuk ikut berkontribusi dalam pendanaan iklim. Perusahaan komoditas berbasis kehutanan memiliki peran utama dalam mendukung inisiatif pendanaan iklim.
"Melalui kontribusi pendanaan langsung, kita tidak hanya bisa mengatasi keterbatasan dana. Namun sangat krusial juga menekan resiko investasi yang lebih besar dari negara-negara donor atau lembaga pembiayaan," tandas dia.
Sebagai tambahan, APP juga memiliki Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) yang dijalankan sejak 2013 untuk tidak menggunakan bahan baku kayu dari hutan alam.