Pasokan Meningkat, Harga Minyak Kembali Tertekan

Harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman November turun 56 sen atau 1,1 persen.

oleh Arthur Gideon diperbarui 12 Okt 2016, 05:05 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2016, 05:05 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan harga minyak tersebut karena laporan bulanan dari International Energy Agency menunjukkan bahwa pasokan minyak global mengalami peningkatan pada September kemarin.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (12/10/2016), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman November turun 56 sen atau 1,1 persen ke angka US$ 50,79 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global juga melemah 73 sen atau 1,4 persen ke angka US$ 52,41 per barel.

International Energy Agency menyatakan bahwa pasokan minyak global pada September di angka 97,20 juta barel per hari. Angka tersebut naik kurang lebih 600 ribu barel per hari jika dibandingkan dengan Agustus dan 200 ribu barel per hari jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan pasokan minyak mentah tersebut mayoritas berasal dari kenaikan produksi minyak di Rusia.

Harga minyak sebelumnya terus menguat karena Rusia dan beberapa negara yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC) telah berdiskusi dan menyatakan akan mengendalikan produksi dan menjaga agar harga minyak tidak terus jatuh di bawah angka US$ 40 per barel.

Negara-negara produsen utama minyak mempertimbangkan untuk memotong produksi. Presiden Rusia pun mengatakan bahwa negaranya mendukung rencana tersebut.

Namun dengan data yang ada yaitu peningkatan produksi pada September kemarin, membuat para analis tidak yakin bahwa kesepakatan tersebut bisa berjalan dengan mulus.

Beberapa negara diperkirakan cenderung tidak akan menjalankan kesepakatan tersebut. Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara lain tetap akan meningkatkan produksi dan membuat skenario masing-masing.

"Laporan International Energy Agency membuat pelaku pasar dasar dan kembali ke kenyataan bahwa sangat sulit untuk mengendalikan negara-negara produsen minyak dalam satu kesepakatan," jelas Direktur Riset ClipperData, Matt Smith.

Riset Goldman menyebutkan bahwa jika memang OPEC gagal menjalankan kesepakatan tersebut pada bulan delan maka kemungkinan besar harga minyak akan jatuh ke kisaran US$ 43 per barel.

Sedangkan RBC Capital Markets memperkirakan harga minyak pada tahun depan akan berada di kisaran US$ 56 per barel dari sebelumnya yang cukup optimistis akan berada di kisaran US$ 64 per barel. (Gdn/Ndw)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya