Menunggu Rapat Bank Sentral AS, Rupiah Tak Banyak Bergerak

Inflasi yang naik dan indeks manufaktur Indonesia yang turun menambah sentimen negatif dalam negeri.

oleh Arthur Gideon diperbarui 02 Nov 2016, 12:17 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2016, 12:17 WIB
Inflasi yang naik dan indeks manufaktur Indonesia yang turun menambah sentimen negatif dalam negeri.
Inflasi yang naik dan indeks manufaktur Indonesia yang turun menambah sentimen negatif dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak banyak bergerak pada perdagangan Rabu pekan ini. Pelaku pasar menunggu tanda-tanda kebijakan moneter dari Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen.

Mengutip Bloomberg, Rabu (2/11/2016), rupiah dibuka di level 13.048 per dolar AS, tak banyak bergerak jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.047 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.045 per dolar AS hingga 13.078 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah mampu menguat 5,24 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.058 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.036 per dolar AS.

Pelaku pasar memang sedang menunggu dua peristiwa besar. Peristiwa pertama adalah rapat dewan gubernur Bank Sentral AS. Dalam rapat tersebut Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen akan mengumumkan apakah akan menaikkan suku bunga acuan atau tetap mempertahankan.

"Prospek pengetatan suku bunga menjadi perhatian negara-negara pasar berkembang," jelas Ekonom Capital Economics, Krystal Tan.

Sedangkan peristiwa kedua adalah pemilihan presiden AS. Saat ini politik di AS sedang tidak menentu yang berdampak kepada sektor ekonomi.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, rupiah relatif stabil walaupun dolar AS melemah di pasar Asia setelah indeks manufaktur Tiongkok diumumkan naik kemarin.

Inflasi yang naik dan indeks manufaktur Indonesia yang turun menambah sentimen negatif dalam negeri, bergabung dengan pesimisme terhadap prospek pertumbuhan ke depan yang sudah ada.

"Rupiah akan cenderung fluktuatif dalam jangka pendek dengan kecenderungan pelemahan," jelas Rangga. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya