Rupiah Anjlok, Sri Mulyani Bantah Karena Investor Kabur dari RI

Menkeu Sri Mulyani mengatakan investor, tengah melakukan repositioning sebagai langkah antisipasi perubahan kebijakan di Negeri Paman Sam.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Nov 2016, 13:40 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2016, 13:40 WIB

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membantah isu mengenai kaburnya investor di pasar obligasi dan menjual Surat Utang Negara (SUN) sehingga memicu kejatuhan kurs rupiah ke level 13.800 per dolar Amerika Serikat (AS).

Investor, menurut dia, tengah melakukan repositioning sebagai langkah antisipasi perubahan kebijakan di Negeri Paman Sam.

"Kalau investor kabur, tidak. Istilahnya repositioning," jelas Sri Mulyani usai Rakor Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (11/11/2016).

Sri Mulyani menjelaskan, investor menghitung ulang portofolio investasi mereka di pasar surat utang. Investor melihat potensi risiko terhadap kepemilikan surat utang berdasarkan perkembangan situasi di AS, terutama dari sisi kebijakan yang akan diambil Donald Trump sebagai Presiden baru AS.

"Mereka melakukan dari posisi relatif harga yang dimiliki dan melihat prospeknya. Kalau mereka punya harapan terhadap situasi AS, apakah dari kebijakan The Fed, kebijakan fiskal dari Presiden yang baru, kemudian mempengaruhi berapa jumlah surat di AS dengan tingkat suku bunga berapa, lalu mereka memilih dan akan lihat apakah risiko lebih besar atau kecil," dia menjelaskan.   

Lebih jauh Sri Mulyani menuturkan, pemilik obligasi akan terus melakukan kalibrasi data maupun harga yang dianggap aman.

Namun ia meminta kepada investor asing maupun domestik tidak perlu khawatir dengan fundamental ekonomi maupun pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

"Dengan rasio utang kita lebih rendah dari negara lain, profil maturity (tenor surat utang) relatif panjang, defisit APBN kecil daripada negara lain, langkah fiskal untuk mengendalikan defisit dan belanja, penerimaan pajak, risiko surat utang kita sebenarnya sangat kecil. Jadi tidak ada alasan buat mereka khawatir terhadap pondasi pengelolaan APBN sehingga mereka harus lepas Surat Berharga Negara (SBN)," jelas dia. (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya