Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terperosok tajam di akhir pekan ini. Kurs mata uang Garuda ini sempat merosot 2,7 persen ke level 13.495 per dolar AS pada pukul 09:47 WIB. Ini merupakan penurunan terbesar sejak September 2011.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro angkat bicara perihal pergerakan kurs rupiah yang terseret jauh dari level sebelumnya di kisaran Rp 13.100 per dolar AS.
Menurutnya, pelemahan rupiah lebih banyak terdampak faktor rencana kenaikan tingkat suku bunga The Fed, bukan murni karena sentimen Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Â
Baca Juga
"Rupiah melemah karena The Fed mau menaikkan tingkat suku bunganya (Fed Fund Rate). The Fed kan mau menaikkan setelah pilpres selesai," ujar Bambang saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (11/11/2016).
Mantan Menteri Keuangan itu menambahkan, mencuatnya kembali rencana penyesuaian tingkat bunga AS pada tahun ini bukan lantaran perekonomian Negeri Paman Sam itu telah pulih. Namun lebih kepada perhitungan The Fed.
"Bukan begitu (perekonomian AS membaik), tapi mereka punya hitungan sendiri," dia menuturkan.
Bambang memperkirakan, pengaruh sentimen kepada kurs rupiah bersifat sementara. Pemerintah akan tetap menjaga fundamental ekonomi Indonesia sehingga dapat memberikan kepercayaan bagi investor.
"Pokoknya jaga fundamental, menjaga kepercayaan, karena ini pasti temporer," terang Bambang.(Fik/Nrm)