Potensi Perikanan Tangkap RI Mencapai 9,9 Juta Ton

Berdasarkan aturan internasional, perikanan yang boleh ditangkap hanya sekitar 80 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Nov 2016, 12:43 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2016, 12:43 WIB

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan potensi perikanan tangkap di perairan Indonesia saat ini mencapai 9,9 juta ton. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan berkurangnya kapal asing pencuri ikan yang beredar di perairan Indonesia.

Direktur Pengolahan Sumber Daya Ikan‎ KKP Toni Ruchimat mengatakan, angka ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KKP. Angka 9,9 juta ton ini merupakan 50 persen dari biomass yang ada di laut Indonesia.

"Potensi ikan yang ada di perairan kita, di Litbang KKP telah melakukan survei. Potensi kita ini adalah ikan yang maksimal dapat dipanen. Ini 50 persen dari biomass di laut. Angka 9,9 juta ton per tahun ini sudah ada kenaikan dari tahun 2013," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (16/11/2016).

Dari 9,9 juta ton tersebut, paling besar yaitu jenis ikan pelagis kecil yang mencapai 3,5 juta ton. Kemudian disusul oleh ikan pelagis besar sebanyak 2,4 juta ton, ikan demersal 2,3 juta ton, ikan karang 976 ribu ton, udang penaeid 326 ribu ton, cumi-cumi 197 ribu ton, rajungan 48 ribu ton, kepiting 44 ribu ton dan lobster 8.803 ton.

Meski punya potensi besar‎, lanjut Toni, tidak semuanya bisa ditangkap. Menurut dia, berdasarkan aturan internasional, perikanan yang boleh ditangkap hanya sekitar 80 persen. Hal ini untuk menjaga keberlangsungan ekosistem perikanan di laut.

"Jumlah tangkap yang dibolehkan (JTB), kita tidak mengambil 100 persen tapi 80 persen dari 9,9 juta ikan ton per tahun. Kaidah yang benar kita jangan melebihi jumlah tangkap yang dibolehkan. Kalau lebih kita harus melakukan berbagai hal," tandas dia.

‎Menurut Toni, potensi perikanan tangkap yang mencapai 9,9 juta ton ini tidak lepas dari adanya kebijakan-kebijakan KKP yang memberantas tindak pencurian ikan oleh kapal asing atau illegal, unreported and unregulated (IUU fishing) dan larangan transhipment di tengah laut.

"Sejak 2013 itu karena adanya illegal fishing itu perairan kita warnanya merah (potensi perikanan menurun), karena banyak ikan yang dicuri‎," tandas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya