Rupiah Jeblok karena Investor Borong Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada di level Rp 13.300-Rp 13.400 per dolar AS hingga akhir tahun ini.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Nov 2016, 12:38 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2016, 12:38 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus bergerak melemah ke kisaran Rp 13.540 per dolar Amerika Serikat (AS). Faktor utama depresiasi mata uang Garuda ini ‎karena menjelang pertemuan The Fed atau The Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember 2016 yang akan menentukan kenaikan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate/FFR).

Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk, Reny Eka Putri, mengaku faktor eksternal sangat tinggi, sehingga berpengaruh terhadap pergerakan kurs rupiah. Apalagi menjelang FOMC di Desember mendatang dengan perkiraan The Fed akan mengeksekusi penyesuaian tingkat bunga setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS.

"Perhatian pelaku pasar, apakah The Fed akan menyesuaikan suku bunga sebesar 25 basis poin, 50 basis poin, atau lebih tinggi lagi. Jadi kami perkirakan menjelang FOMC 13-14 Desember ini, rupiah masih akan tertekan," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (25/11/2016).

Menurut dia, dengan kondisi ketidakpastian ini, investor lebih mengincar aset dolar AS, sehingga terjadi peningkatan permintaan di pasar uang. Faktor tersebut bukan saja menyebabkan rupiah melemah, tetapi mata uang‎ lain ikut merosot, seperti Rupee India dan Peso Filipina yang merupakan titik rendah dalam 8 tahun terakhir.

"Pelemahan rupiah ini berbarengan dengan mata uang negara berkembang lain yang tidak terlalu menjadi sasaran investor karena mereka lebih melirik dolar AS. Pasar Eropa juga kurang menguntungkan, Euro stagnan, pound sterling melemah terhadap dolar AS, karena kecenderungan dolar AS meningkat di pasar global," jelas Reny.

Beruntung, katanya, fundamental ekonomi Indonesia masih sehat dengan kinerja pertumbuhan ekonomi 5 persen, inflasi cenderung terkontrol, suku bunga acuan Bank Indonesia relatif stabil.

"Tapi memang pelemahan mata uang mau tidak mau karena market Indonesia di global kecil jadi sangat rentan dengan gejolak di AS, orang lebih milih pegang dolar AS," dia menerangkan.

Dia memperkirakan rupiah akan berada di level Rp 13.300-Rp 13.400 per dolar AS hingga akhir tahun ini. "Kami sebenarnya masih memprediksi Rp 13.100 per dolar AS, tapi harus direvisi melihat kondisi saat ini, estimasi kami Rp 13.300-Rp 13.400 per dolar AS," tutur dia.

Reny memproyeksikan gejolak rupiah akan bersifat sementara. Peluang mata uang Garuda masih terbuka usai FOMC meeting. "Setelah FOMC dan jika kenaikan suku bunga The Fed 25 basis poin, maka rupiah berpotensi menguat lagi," ucap Reny‎.

Dirinya berharap pelemahan rupiah dapat dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga neraca perdagangan kembali mencetak surplus yang sehat. ‎"Pelemahan masih aman dan wajar lah, baik buat ekspor kita tapi tetap harus dijaga supaya rupiah tetap berada d‎i level fundamentalnya yang diperkirakan Rp 13.300 per dolar AS," jelasnya. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya