Pengamat Sebut Ekspor RI Tahun Ini Berada pada Titik Nadir

Kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2016 terkontraksi signifikan sebesar 15,81 persen.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 29 Des 2016, 14:00 WIB
Diterbitkan 29 Des 2016, 14:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Kinerja ekspor Indonesia pada tahun ini dinilai berada pada titik nadir atau mencapai posisi yang paling rendah. Pemerintah dikatakan terlalu lamban mengantisipasi dampak dari perlambatan ekonomi dunia dan terkontraksinya perdagangan internasional.

"Kinerja ekspor kita tahun ini sudah mencapai titik nadir, paling rendah ekspor kita," ujar Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus  saat Diskusi Akhir Tahun di kantor‎nya, Jakarta, Kamis (29/12/2016).

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Ahmad mengungkapkan, kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2016 terkontraksi signifikan sebesar 15,81 persen. Pelemahan ekspor lebih besar negatif 8,04 persen dibanding impor minus 7,50 persen.

"Dalam kurun waktu 5 tahun, ekspor Indonesia turun terus akibat perlambatan ekonomi global, industri mengalami kontraksi karena pemerintah lambat mendiversifikasi atau mencari pasar potensial di negara lain yang bisa diisi‎ produk dalam negeri," dia menuturkan.

Selain itu, Ahmad berpendapat, kinerja ekspor terus susut karena pemerintah tidak mampu mempertahankan daya saing produk dalam negeri di pasar luar negeri. Salah satunya produk tekstil.

Produk tekstil Indonesia yang sebelumnya sangat diminati di Amerika Serikat (AS), kini digeser pesaing lain, seperti Bangladesh, Sri Lanka, dan Vietnam.

"Kita harus mengembalikan daya saing produk dalam negeri di pasar internasional supaya bisaa terjaga atau tidak tersalip lagi oleh kompetitor lain," dia menjelaskan.

Sementara dari sisi kinerja impor, sambung Ahmad, terjadi kenaikan impor barang konsumsi. Meski secara keseluruhan, kinerja impor juga mengalami penurunan.

"‎Jadi sebenarnya surplus neraca perdagangan sekarang ini sudah tidak sehat karena bukan ditopang dari ekspor, melainkan dari penurunan impor. Tahun depan tidak boleh dilanjutkan tren surplus neraca dagang seperti itu," harap Ahmad.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya