Ini Syarat Pembelian Kapal Pesiar Bisa Bebas Pajak Barang Mewah

Ditjen Pajak menegaskan kapal pesiar dan yacht untuk kepentingan negara dan angkutan umum tidak dikenakan pajak barang mewah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Mar 2017, 09:45 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2017, 09:45 WIB
20160107-Kapal-Pesiar-Volendam-Jakarta-FF
Seorang turis mengabadikan gambar seniman bermain alat musik tradisional di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (7/1/2016). Para turis akan melanjutkan perjalanan menuju Semarang dan pemberhentian terakhir yaitu Bali. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan kapal pesiar dan yacht untuk kepentingan negara dan angkutan umum tidak dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 75 persen. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM.

"Ketentuannya masih sama (dengan sebelumnya). Jika kapal pesiar dan yacht untuk kepentingan negara atau angkutan umum, tidak kena PPnBM," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Dalam Pasal 4 PMK 35/2017 menyebut jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 75 persen adalah barang-barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, yakni kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum:

1. Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum

2. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.

PMK tersebut merupakan revisi atas PMK Nomor 206/PMK.010/2015 tentang Perubahan atas PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Membandingkan PMK Nomor 35 Tahun 2017 dengan PMK 206 Tahun 2015 tidak ada perbedaan. Karena PMK 206 hanya mengubah Lampiran I PMK 106 Tahun 2015 terkait Barang Kena Pajak yang dikenakan PPnBM 20 persen. Sementara antara PMK 35/2016 dengan PMK 106/2015, perbedaan terletak pada kode HS di kategori barang yang kena pajak dengan tarif 40 persen, 50 persen dan 75 persen.

"Tidak ada perubahan kebijakan jenis barang maupun tarif pengenaan PPnBM, tapi hanya untuk menyesuaikan dengan Pos Tarif (HS) yang baru sesuai PMK Nomor 6/PMK.10/2017," jelas Hestu Yoga.

Senada, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Goro Ekanto pun mengungkapkan perbedaan hanya pada kode HS untuk menyesuaikan dengan ASEAN HS.

"Hanya menyesuaikan dengan ASEAN HS yang berlaku mulai 2017. Jadi semua aturan yang menyangkut barang yang sebelumnya menggunakan kode HS lama, 10 digit, sekarang menyesuaikan kode HS ASEAN yang 8 digit. Semua negara ASEAN akan menyesuaikan," Goro mengatakan.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) meminta kepada Kementerian Keuanganagar mengapus PPnBM untuk kapal pesiar dan yacht.

Pengalaman beberapa negara, Asisten Deputi Jasa Kemaritiman, Kemenko Maritim RI Okto Irianto menjelaskan, seperti Australia dan Thailand yang menghapus PPnBM kapal pesiar dapat dijadikan pelajaran berharga. Industri bahari di negara ini berkembang pesat setelah mereka mengambil kebijakan tersebut.

“Di Australia dan Thailand, setelah mereka menghapuskan luxury tax atau PPnBM, industri jasa wisata bahari mereka meningkat pesat, contoh di Phuket, Thailand. Nah itu yang kami harapkan," tambah dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya