RI Minta Dukungan G20 Jadi Anggota Lembaga Anti Pencucian Uang

Keberadaan RI sebagai anggota FATF akan memberikan kontribusi besar kepada dunia dalam pemberantasan pencucian uang dan pendanaan teroris.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 20 Mar 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2017, 10:00 WIB
Pencucian Uang
Pencucian Uang

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta dukungan penuh dari negara-negara anggota G20 terkait keinginan Indonesia bergabung dalam lembaga internasional anti pencucian uang (Financial Action Task Force/FATF). Tujuannya untuk berperan aktif dalam pemberantasan pencucian uang.  

"Indonesia ingin menjadi anggota FATF dan meminta sokongan penuh dari negara-negara anggota G20," tegas Sri Mulyani saat pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Baden-baden, Jerman, Senin (20/3/2017).

Menurut Sri Mulyani, keberadaan Indonesia sebagai anggota FATF akan memberikan kontribusi besar kepada dunia dalam pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme (AML/CFT). Ini terkait posisi Indonesia yang termasuk dalam negara yang strategis di dunia dan mempunyai sistem keuangan yang terbuka.

"Manfaat untuk Indonesia juga sangat besar karena Indonesia dapat mempersiapkan regulasi terkait AML/CFT sejalan dengan standar internasional, serta dapat secara aktif berperan dalam membangun standar global terkait AML/CFT," jelas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.  

Sebelumnya, Sri Mulyani di Forum G20 mengingatkan pentingnya menjalankan kerja sama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) dan menerapkan prinsip penghindaran Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) secara menyeluruh dan efektif.

"Pentingnya kerja sama perpajakan internasional untuk mengatasi penghindaran pajak," kata Sri Mulyani.  

Dia menunjukkan realisasi program pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia kepada para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara anggota G20.

Dari pencapaian tax amnesty, diakui Sri Mulyani, banyak wajib pajak Indonesia yang selama ini tidak mendeklarasikan aset dan pendapatan yang disimpan di luar negeri.

"Dalam melaksanakan tax amnesty, hasilnya menunjukkan aset yang dideklarasikan sangat besar, sementara aset yang direpatriasi masih relatif kecil. Jadi kerja sama pertukaran informasi penting bagi tercapainya aturan dan implementasi perpajakan yang adil antar negara, tidak ada lagi tempat aman untuk para penghindar pajak di dunia," tegas Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun mengingatkan kewajiban pajak atas perusahaan-perusahaan ekonomi digital. Kewajiban pajak ekonomi digital ini harus adil dan bagian terbesarnya harus dinikmati oleh negara yang menjadi lokasi kegiatan transaksinya, bukan di mana perusahaan tersebut terdaftar.

Lebih jauh dia menuturkan, Indonesia sebagai negara anggota G20 siap berpartisipasi dalam implementasi kerja sama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau AEoI dan BEPS.

"Para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 secara bulat menyepakati agar program AEOI dan BEPS sepenuhnya diimplementasi mulai September 2017 dan selambat-lambatnya pada September 2018," dia menjelaskan.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya