Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan tentang pembentukan holding BUMN masih terus bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Meski cikal bakal pembentukan holding BUMN melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 terkait pengalihan aset sudah ditolak DPR.
Wakil ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana menyatakan, memang soal holding tidak terdapat kata sepakat di Komisi VI. Ini karena Komisi VI lebih ingin agar BUMN saling mengatur sinergi operasional seperti yang sudah dijalankan.
Tidak hanya itu, sinergi operasional BUMN, tidak akan berbenturan dengan perundang-undangan, lantaran tidak diatur seperti holding. Sebab, sampai saat ini, proses pembentukan holding BUMN juga masih terganjal di pembahasan PP nomor 72/2016 tentang penjualan aset.
Advertisement
"Sinergi operasional itu, bisa saja. Dia juga tidak perlu diatur oleh UU atau pakai PP. Karena sinergi itu kan pekerjaannya saja yang bareng, tapi tidak ada peleburan. Ini lebih simpel memang," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Azam mencontohkan, jenis sinergi operasional yang sudah berjalan dan kemajuannya sangat bagus yakni, sinergi BUMN karya dengan PT PLN dalam membangun infrastruktur listrik. Kemudian Kementerian PUPR dengan BUMN Karya, membangun jembatan.
Menurut dia, jika menggunakan skema sinergi operasional tidak akan membuat perusahaan rugi, bahkan dapat lebih maju. Saat ini juga pembahasan holding masih alot di DPR, sehingga tidak ada salahnya perusahaan yang akan holding, melakukan sinergi saja.
Baca Juga
"Karena kalau holding itu kan hanya memperbesar equity saja. Kalau masih belum deal ya mau diapakan? Kalau sinergi, nggak ada pemindahan apa-apa tapi tetap bekerja bersamaan," tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memastikan pembentukan holding BUMN yang tengah dilakukan oleh pemerintah tetap mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan holding BUMN ini juga dilakukan dengan memperhatikan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dia mengatakan, selama ini pembentukan holding BUMN dilakukan berdasarkan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Terlebih lagi jika menyangkut perpindahan modal negara yang dialokasikan kepada BUMN tersebut.
"Di dalam hal perpindahan modal negara melalui proses holdingisasi, koordinasi antar kementerian lembaga dilakukan, baik melalui proses legal maupun finansialnya," ujar dia di Jakarta.
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, pembentukan holding ini juga telah memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Undang-Undang (UU) BUMN, UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Dengan demikian, pembentukan holding BUMN tidak akan menyalahi aturan.
"Bila dalam bentuk penggabungan, pergeseran, kami ingin meyakinkan itu dilakukan dalam rambu-rambu yang mengikuti kewenangan Presiden yang didelegasikan pada Menteri Keuangan kalau menyangkut APBN dan ke Menteri BUMN kalau terkait BUMN," kata dia.
Saat ini pemerintah tengah membentuk holding BUMN untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan dari perusahaan pelat merah. Saat ini, telah ada 4 holding yang dibentuk pemerintah, yaitu holding semen, holding pupuk, holding kehutanan dan holding perkebunan.
Sementara itu, pemerintah juga tengah mengejar penyelesaian 7 holding lain, antara lain holding tambang, holding energi atau migas, holding perbankan, holding konstruksi dan jalan tol, holding perumahan, holding pangan dan holding kemaritiman. Holding tambang dan energi diperkirakan bisa terbentuk lebih cepat dari yang lain.