Alasan PLN Melakukan Sekuritisasi Aset

PLN menilai model-model pendanaan saat ini tidak lagi mencukupi. Padahal, PLN ditugaskan membangun tenaga kelistrikan di seluruh wilayah.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Mei 2017, 13:12 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2017, 13:12 WIB
20151217-Sistem-Kelistrikan-Jakarta-AY
Pekerja tengah memasang Trafo IBT 500,000 Kilo Volt di Gardu induk PLN Balaraja, Banten, Kamis (16/12). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta PT PLN melakukan sekuritisasi aset atau efek beragun aset dengan target mendapatkan tambahan modal senilai Rp 10 triliun. Sekuritisasi aset bukan berarti menjual aset, tetapi hanya mengagunkan future cashflow alias pendapatan masa depan perusahaan kepada bank.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menuturkan, sekuritisasi aset merupakan salah satu upaya perusahaan listrik negara itu untuk mendapatkan dana.

PLN menilai model-model pendanaan saat ini tidak lagi mencukupi. Padahal, PLN ditugaskan untuk membangun tenaga kelistrikan di seluruh wilayah Indonesia.

“Caranya dengan mengagunkan tagihan salah satu anak perusahaan, bukan asetnya. Bahasa dulunya ajak piutang yang nantinya dibayar dengan sistem discounted,” kata Made dalam Media Gathering PLN di Pengalengan, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (6/5/2017).

Made menegaskan, dengan melakukan sekuritisasi aset, tidak ada aset PLN yang dijual. Aset pembangkit masih menjadi milik Indonesia Power dan tetap dicatat di buku konsolidasi PLN sebagai induk perusahaan. Dengan kata lain tidak terjadi perpindahan aset.

“Demikian juga dengan kepemilikan saham. Dengan sekuritisasi aset ini, tidak ada pengalihan saham. Pemerintah tetap sebagai pemilik saham PLN seratus persen. Dan PLN pun tetap sebagai pemilik saham Indonesia Power,” kata Made.

Piutang anak perusahaan yang bakal diagunkan adalah milik PT Indonesia Power. PLN merencanakan tenor lima tahun untuk sekuritisasi aset itu. Rencananya, piutang itu akan ditawarkan kepada lembaga pendanaan luar negeri mengingat kemampuan permodalan perbankan nasional sudah mencapai batas.

“Ada aturan jika bank- bank nasional itu maksimal hanya boleh meminjamkan modalnya 20 persen kepada pihak lain. Nah, rata-rata bank nasional, seperti Bank Mandiri, BNI, sudah hampir menyentuh angka itu, sehingga dicari di luar perbankan nasional,” Made menjelaskan.

Selanjutnya, dana segar dari mengagunkan piutang itu akan dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur 10 ribu megawatt, pembangunan 46 ribu kilometer sirkit, dan 16 ribu gardu induk. Pembangunan itu sejalan dengan harapan elektrifikasi di Indonesia sekitar 10 tahun mendatang, yakni pada 2027, bisa mencapai 97 persen. “Semua untuk mewujudkan Indonesia Terang pada 2027,” ucap Made.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya