Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menilai tekanan inflasi DKI Jakarta mulai meningkat, namun masih terkendali memasuki Ramadan.
Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Doni P Joewono mengatakan, meningkatnya permintaan masyarakat saat awal Ramadan, terkait aktivitas konsumsi Ramadan dan persiapan Hari Raya Idul Fitri, mendorong inflasi Mei 2017 mencapai 0,49 persen secara bulan ke bulan.
"Akibat peningkatan konsumsi Ramadan dan persiapan Idul Fitri, inflasi Mei mencapai 0,49 persen," kata Doni, di Jakarta, Sabtu (3/5/2017).
Perkembangan kenaikan harga-harga yang disertai penyesuaian harga administered prices dan tarif rumah sakit mengakibatkan inflasi bulan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata historis inflasi satu bulan sebelum Idul Fitri dalam tiga tahun sebelumnya, yaitu 0,43 persen secara bulan ke bulan.
Pencapaian tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi nasional 0,39 persen. Dengan perkembangan ini, laju inflasi DKI Jakarta sejak awal tahun tercatat sebesar 1,85 persen year to date atau 4,00 dari tahun ke tahun.
Dari sisi disagregasi, naiknya harga sebagian besar kelompok volatile food menjadi faktor utama pendorong inflasi Mei 2017. Memasuki bulan Ramadan, harga telur ayam naik sebesar 7,00 persen dari bulan ke bulan, seiring tingginya permintaan telur sebagai bahan baku membuat kue untuk keperluan Ramadan.
Komoditas pangan lain yang terpantau meningkat akibat naiknya permintaan adalah daging ayam ras 3,46 persen dibanding bulan lalu dan daging sapi 5,57 persen dibanding bulan lalu.
Baca Juga
Sementara itu, bawang putih mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi 19,79 persen dibanding bulan lalu, akibat berkurangnya pasokan impor dari Tiongkok menyusul mundurnya jadwal panen dari April ke Mei dan Juni.
"Disamping itu, adanya beberapa praktik penimbunan menambah dorongan kenaikan harga bawang putih," tutur dia.
Advertisement
Sejalan dengan kelompok volatile food, inflasi inti juga mengalami kenaikan, walau masih terbatas. Komoditas yang tergabung pada kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kesehatan, merupakan pendorong utama kenaikan inflasi inti.
Kenaikan harga bahan baku daging ayam ras dan telur ayam, menyebabkan harga produk turunannya seperti nasi dengan lauk mengalami kenaikan sebesar 0,98 persen dari bulan sebelumnya.
Kenaikan juga disebabkan oleh dorongan permintaan kue-kue seperti biskuit dan kue kering dalam rangka persiapan hari raya. Selain karena dorongan permintaan, kenaikan harga komoditas tersebut juga didorong oleh meningkatnya harga bahan baku.
Dari kelompok pengeluaran kesehatan, naiknya tarif rumah sakit sebesar 4,07 persen dibanding bulan sebelumnya, turut menambah tekanan inflasi dari kelompok inti.
Inflasi juga dipicu oleh naiknya beberapa komoditas pada kelompok administered prices. Kebijakan pemerintah melakukan penyesuaian subsidi listrik 900VA tahap III yang berlaku Mei 2017, menyebabkan tarif listrik dalam keranjang IHK meningkat sebesar 0,70 persen dari bulan sebelumnya.
Selain itu, adanya kenaikan harga beberapa Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi, menyebabkan bensin dan solar mengalami kenaikan sebesar 0,89 persen dan 0,14 persen dibanding bulan sebelumnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan inflasi Mei 2017 tercatat 0,39 persen secara nasional. Adapun inflasi tahun kalender sebesar 1,67 persen dan tahun ke tahun mencapai 4,33 persen.
"Dibanding Mei 2016 yang 0,24 persen, ini lebih tinggi. Tapi dibandingkan Mei 2015 yang 0,50 persen, inflasi ini lebih rendah. Mei ini sudah Ramadan. 2016, Ramadan di Juni. Harga-harga barang naik karena terjadi kenaikan permintaan. Sedangkan saat Ramadan tahun lalu di Juni, inflasinya 0,66 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto, Jumat (2/6/2017).
Dia menyebutkan dari 82 kota IHK, sebanyak 70 kota mencatat inflasi dan 12 kota deflasi. Inflasi tertinggi di Tual 0,96 persen, terendah di Sampit dan Bulukumba masing-masing 0,02 persen. Sementara deflasi tertinggi di Manado 1,13 persen dan terendah di Pematang Siantar.