Jawaban Mentan Saat Dicecar DPR Soal Kasus Beras Maknyus

Perbedaan beras premium dan medium dilihat berdasarkan pecahnya (broken) dan kadar air.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Jul 2017, 19:23 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2017, 19:23 WIB
Mentan Amran menjelaskan, perbedaan beras premium dan medium dilihat berdasarkan pecahnya (broken) dan kadar air.
Mentan Amran menjelaskan, perbedaan beras premium dan medium dilihat berdasarkan pecahnya (broken) dan kadar air.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman menjelaskan beras subsidi yang diduga dioplos oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) untuk dijual menjadi beras premium dengan harga tinggi dengan merek Cap Ayam Jago dan Maknyuss. Hal ini terkait dengan penggerebekan gudang beras milik PT IBU yang dituding melakukan praktik curang penjualan beras.

Dalam rapat kerja Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 dengan Komisi IV DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/7/2017), Amran dihujani pertanyaan soal kasus pengoplosan beras subsidi menjadi premium. Salah satunya dari Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi.

"Kami perlu kejelasan di publik, benih, pupuk disubsidi pemerintah. Tapi gabah dan beras yang dihasilkan dari pupuk atau benih bersubsidi masuk dalam kategori beras bersubsidi? Ini perlu diklarifikasi," tegas Politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Menanggapi hal itu, Mentan Amran menjelaskan, perbedaan beras premium dan medium dilihat berdasarkan pecahnya (broken), kadar air. "Yang kami maksud subsidi adalah subsidi input. Pupuk saja disubsidi Rp 30 triliun, subsidi beras sejahtera (rastra) hanya Rp 18 triliun. Benih, traktor disubsidi mungkin Rp 50 triliun-Rp 60 triliun ke petani, lalu jadi gabah (bersubsidi)," tegasnya.

"Hasil akumulasi HPP setelah ada harga satuan per kilogram (kg), di dalamnya ada subsidi. Masalah IR64 dengan turunannya yang mendominasi kelasnya sampai 90 persen. Harganya (IR64) Rp 7 ribu per kg di seluruh Indonesia," Amran menambahkan.

Akan tetapi, Amran bilang, setelah beras hasil dari benih dan pupuk subsidi tersebut dipoles dan diproses sedemikian rupa, harga jualnya mencapai Rp 25 ribu sampai Rp 28 ribu per kg.

"Kalau lompat tinggi dari Rp 7 ribu setelah sentuhan prosesing, menurut hemat saya tidak pantas. Karena ini subsidi, jenis berasnya, identiknya sama, prosesingnya," terang Amran.

"Kami tidak melarang pedagang untung, karena ada ruang untuk itu. Tapi petani jangan ditinggal. Kalau banjir atau bencana datang, yang rugi kan petani," Amran menegaskan.

Sebelumnya, PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk membantah anak usahanya PT Indo Beras Unggul (IBU) menimbun dan menyerap beras bersubsidi atau yang disebut dengan beras sejahtera untuk kemudian dijual ke masyarakat dengan harga tinggi dan memakai merek perusahaan.

"Indo Beras Unggul dalam hal ini tidak menggunakan beras bersubsidi untuk produksi kami. Kami membeli gabah umum dari petani sekitar lokasi produksi kita," kata Direktur Tiga Pilar Sejahtera Jo Tjong Seng di Jakarta, Sabtu (22/7/2017).

Dia menilai, pembelian gabah umum dari para petani ini merupakan hal yang lumrah dan juga dilakukan perusahaan lain yang memproduksi beras.

Jo Tjong Seng turut menegaskan jika produk IBU yang dipasarkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dengan demikian produksi sudah sesuai dengan standar yang berlaku dan layak untuk dikonsumsi masyarakat.

Selain itu, Indo Beras Unggul ditegaskan tidak melakukan penimbunan beras di gudang miliknya di Bekasi seperti hasil inspeksi aparat kepolisian dan Kementerian Pertanian, yang saat ini sudah diberi garis polisi.

"Sesuai aturan yang kami ketahui, industri diizinkan untuk memiliki stok untuk produksi dan jumlah stok yang diizinkan adalah 3 bulan. Sementara yang diberi police line itu jumlahnya 1.000 ton, untuk seminggu ke depan, jadi tidak ada penimbunan," tutup dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya