Liputan6.com, Jakarta Industri pengguna garam membantah adanya praktik kartel yang menyebabkan kelangkaan garam belakangan ini. Perihal tudingan keberadaan kartel garam disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Toni Tanduk mengatakan, selama ini industri memang kesulitan mendapatkan bahan baku garam. Terlebih, sebagian besar sektor industri membutuhkan garam sebagai bahan baku produksinya.
"Kalau tanggapan saya, tidak ada kartel. Sebab, justru mereka (industri) saling berkompetisi. Mereka semua kehabisan stok garam, bagaimana bisa kartel?" ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Baca Juga
Menurut dia, kelangkaan garam yang terjadi lebih karena kegagalan panen petani garam lokal dan lambatnya respons pemerintah mengantisipasi menipisnya stok garam di dalam negeri. Pemerintah baru mengeluarkan izin impor garam saat stok sudah semakin kritis.
"Hal biasa itu, kalau terjadi kegagalan program (pemerintah), maka cenderung cari obyek lain untuk disalahkan," dia menuturkan.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AIPGI Cucu Sutara menyatakan, saat ini kebutuhan garam industri lebih dari 3 juta ton dan garam konsumsi sekitar 780 ribu ton per tahun. Sehingga total kebutuhan garam di dalam negeri secara total antara 4,1 juta ton-4,3 juta ton per tahun.
Sedangkan garam yang mampu diproduksi di dalam negeri hanya sekitar 1,7 juta ton. Itu pun sebagai besar diperuntukkan bagi konsumsi lantaran kualitasnya yang belum mampu memenuhi standar kebutuhan di sektor industri.
"Ini kalau industri tumbuh bagus, kebutuhan bisa naik 5 persen-10 persen tiap tahun. Sekarang untuk CAP (chlor alkali plant) itu 2,3 juta ton, aneka pangan 450 ribu ton, penyamakan kulit 200 ribu ton, farmasi 300 ribu ton, pengasinan 100 ribu ton dan lain-lain," ujar dia.
Tonton video menarik berikut ini:
Advertisement