Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak hanya hanya sedikit berubah pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Sebelumnya, harga minyak mendapat tekanan sehingga merosot ke posisi terendah dalam tiga pekan.
Mengutip Reuters, Rabu (16/8/2017), harga minyak Brent yang merupakan patokan dunia menguat 7 sen menjadi US$ 50,80 per barel, setelah sebelumnya sempat turun ke US$ 50,02 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS turun 4 sen menjadi US$ 47,55 per barel setelah sebelumnya juga sempat tertekan ke US$ 47,02 per barel yang merupakan level terendah sejak 25 Juli.
Harga minyak mengalami tekanan setelah adanya tanda-tanda pelemahan permintaan dari China. Ada dua penyebab penurunan permintaan dari China. Pertama adalah beroperasinya kilang di negara tersebut. Dengan adanya stok domestik yang tinggi membuat permintaan akan minyak dunia bisa melemah.
Advertisement
Baca Juga
Alasan kedua adalah penurunan tingkat suku bunga yang paling lambat sejak September. Penurunan tingkat suku bunga ini diartikan perekonomian di China belum begitu pulih. "Pelaku pasar saat ini sedang mencari titik keseimbangan baru untuk harga minyak," jelas analis Again Capital LLC, John Kilduff.
Penurunan harga minyak juga disebabkan oleh penguatan dolar AS. Kenaikan mata uang AS yang cukup tinggi membuat harga minyak semakin mahal bagi mereka yang bertransaksi dengan mata uang di luar Dolar AS. Akibatnya, permintaan pun menurun.
Pasokan yang cukup besar dari negara-negara anggota organisasi pengeskspor minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga membuat kekhawatiran investor.
Pada analis melihat jika OPEC dan produsen besar di luar OPEC terus mendorong produksi maka harga minyak bisa terus berada di bawah US$ 50 per barel.
Tonton Video Menarik Berikut Ini: