Pengusaha Minta Pembatasan Impor Tembakau Tak Dipaksakan

Kementerian Perdagangan berwacana untuk membatasi impor tembakau.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 22 Agu 2017, 19:15 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 19:15 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perdagangan berwacana untuk membatasi impor tembakau. Hal ini langsung direspons oleh industri dan pengusaha yang bergelut di sektor tersebut. Pembatasan impor tembakau dinilai mengancam kelangsungan hidup ratusan pabrikan rokok kecil serta ratusan ribu buruh yang bekerja di sektor industri hasil tembakau (IHT).

Dalam beleid yang akan diterbitkan pada akhir Agustus 2017, arus impor beberapa varian tembakau, termasuk Virginia dan Oriental, dibatasi. Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (FORMASI) Suhardjo mengatakan, kedua varian ini paling banyak digunakan untuk rokok jenis mild, namun tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri. Akibatnya, para pabrikan rokok kecil yang banyak memproduksi jenis rokok ini terancam kegiatan produksinya.

"Kalau pembatasan ini dipaksakan, tentu banyak pabrikan yang jadi korban," kata Suhardjo, Selasa (22/8/2017).

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto mengatakan, pembatasan impor tembakau juga turut mengancam penghidupan para buruh. Aturan ini berpotensi menyebabkan pabrikan mengalami kekurangan pasokan bahan baku.

"Ketika pasokan berkurang, otomatis akan ada pengurangan volume produksi. Hal ini berdampak pada pekerja," kata Sudarto.

Sudarto khawatir pembatasan ini akan menyebabkan pabrikan rokok, terutama yang kecil, gulung tikar sehingga buruh rokok kembali menjadi korban.

"Kenapa kami yang selalu dikorbankan oleh berbagai kebijakan. Bagaimana Kementerian Perdagangan bisa merekomendasikan impor atau tidak jika Kementerian Pertanian belum ada data yang valid mengenai jumlah impor," kata Sudarto.

Sementara itu, Suhardjo mengatakan, Kementerian Perdagangan semestinya berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dalam membuat aturan ini dengan melihat realita yang ada.

"Bukan langsung membuat keputusan dan aturan seperti itu," kata Suhardjo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya