Ekonom Nilai Wajar Belanja Alutsista Pakai Utang

Kemenkeu menganggarkan triliunan rupiah yang berasal dari utang dalam atau luar negeri untuk pengadaan alutsista.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Sep 2017, 13:30 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2017, 13:30 WIB
20151005-Atraksi-Alutsista-dan-Prajurit-TNI
Iring-irangan Kendaraan alutista peluncur roket saat peringatan HUT TNI ke-70 di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Senin (5/10/2015). HUT TNI Ke-70 ditandai atraksi tempur tiga matra TNI Angkata Darat, Laut dan Udara. (Liputan6.com/Faisal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Belanja alat utama sistem pertahanan (alutsista) RI pada 2018 dianggarkan sebesar Rp 11,7 triliun yang dipenuhi dari utang luar negeri (ULN). Utang ini menjadi yang paling besar dari yang diajukan pemerintah pada 2018.

Menanggapi hal itu, ekonom dari Ekonomi Action Indonesia (Econact), Ronny P Sasmita mengaku ULN pemerintah untuk membeli alutsista terserbut sampai saat ini dianggap masih masuk akal.

"Bagaimanapun utang luar negeri untuk belanja pertahanan masih masuk akal secara ekonomi, karena belanja modal pertahanan setidaknya akan berkontribusi terhadap peningkatan PDB Nasional ke depan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (26/9/2017).

Ia menjelaskan, untuk belanja pertahanan, semuanya nyaris masuk kategori belanja modal yang tidak produktif secara ekonomi. Artinya, kemungkinan untuk menghasilkan feedback ekonomi kepada masyarakat sangat kecil. Sekalipun demikian, bagi dia, tetap akan memiliki imbas ekonomi karena akan ikut berkontribusi terhadap peningkatan PDB Nasional.

Sementara idealnya, utang, baik domestik maupun luar negeri, pertama, utang selayaknya dipergunakan untuk sektor produktif yang memiliki multipayer effect terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, sehingga memberi imbas kepada perekonomian di masa depan.

Kedua, jika tidak untuk sektor produktif, minimal utang dipergunakan untuk belanja pemerintah yang memiliki imbas kepada peningkatan konsumsi nasional atau peningkatan belanja pemerintah dan kemudian memberi efek positif kepada peningkatan PDB. Ini pun masih sangat masuk akal dan masih bisa dimengerti.

Ketiga, utang yang sehat adalah utang yang ditarik bukan untuk menutup utang lainya.

"Nah utang luar negeri untuk belanja pertahanan masih masuk dalam kategori nomor dua," tegas ekonom yang juga sebagai Staf Ahli Ekonomi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu. (Yas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya