HEADLINE: Terobosan Ekonomi 3 Tahun Jokowi-JK

Sejumlah terobosan telah dilakukan Jokowi-JK selama memimpin. Namun pekerjaan rumah masih menanti untuk dibenahi.

oleh Septian DenyFiki AriyantiIlyas Istianur PradityaZulfi Suhendra diperbarui 19 Okt 2017, 00:04 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2017, 00:04 WIB
Jokowi-JK
Sidang kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/2/2015) pagi, membahas Pilkada serentak, Perppu perubahan UU tentang kelautan, dan tentang perumahan rakyat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Oktober 2017 menjadi tahun ketiga pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Sejumlah terobosan telah dilakukan demi mencapai pemerataan ekonomi yang berkeadilan.

Di masa kepemimpinannya, Jokowi-JK ingin pembangunan yang dijalankan bersama bukan hanya untuk warga yang tinggal di kota-kota, tapi untuk seluruh anak bangsa, baik yang tinggal di pedesaan, daerah-daerah pinggiran, pulau-pulau terdepan, maupun kawasan perbatasan.

Dengan begitu, kesejahteraan tak hanya dinikmati oleh seseorang atau sekelompok orang dan tak ada lagi rakyat yang merasa terpinggirkan.

Selama tiga tahun ini, banyak perubahan yang dirasakan masyarakat di luar Jawa, khususnya di timur Indonesia. Warga Papua yang dulu harus membeli bahan bakar minyak (BBM) dengan harga fantastis, kini sudah bisa menikmati BBM dengan harga yang sama dengan Jawa melalui Program BBM satu harga.

Warga di pulau terpencil seperti Pulau Miangas atau Pulau Liran yang hidup dalam kegelapan berpuluh-puluh tahun, sekarang sudah terang-benderang.

Pemerataan ekonomi yang digalakkan pemerintah, tak terlepas dari pembangunan infrastruktur yang terus digenjot. Efek domino dari proyek-proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah Jokowi-JK sangat besar, terutama untuk menggenjot ekonomi.

Jokowi-JK telah banyak membangun jalan baru, baik itu jalan arteri non tol ataupun tol. Pemerintahan ini juga punya program pembangunan pembangkit 35 ribu megawatt (MW) dan sejumlah sektor pembangunan lain seperti bandara, tol laut, hingga perumahan.

Itu dari sisi infrastruktur. Dari sisi makro, Jokowi-JK juga sudah melakukan banyak hal. Yang paling sederhana saja, pemerintahan Jokowi-JK menyebut pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, kesenjangan pendapatan orang miskin dan kaya (gini ratio), maupun inflasi tercatat mencapai hasil yang positif.

Jokowi juga dikenal berani mengambil keputusan fenomenal. Belum genap setahun memimpin, Jokowi-JK mencabut subsidi BBM untuk Premium. Selain itu, Jokowi juga mencabut subsidi listrik untuk beberapa golongan pelanggan mampu.

Meski kebijakan tersebut menuai pro dan kontra, Jokowi-JK mengalokasikan anggaran subsidi yang jumlahnya ratusan triliun rupiah untuk hal yang lebih produktif. Salah satunya infrastruktur.

"Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan mendesak yang harus dibangun di Indonesia. Sehingga konektivitas antar wilayah bisa semakin mudah." tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, 17 Oktober 2017.

Meski begitu, semua itu bukan tanpa cacat. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Jokowi-JK. Contohnya soal perizinan berusaha. Meski pemerintah gencar memangkas birokrasi yang tak perlu, pengusaha dan investor masih mengeluhkan ribetnya perizinan.

Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong bahkan menyebut, berbisnis di Indonesia membuat investor frustasi. Itu hanya satu dari sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Jokowi-JK.

Pemerintah juga punya pekerjaan rumah di sektor infrastruktur karena masih banyak proyek yang belum diselesaikan dan itu tetap harus terus dikawal hingga tuntas.

Gebrakan Infrastruktur

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi terus menegaskan bahwa pemerintah fokus membangun infrastruktur hingga ke pelosok dan pulau terluar.

Mulai dari yang dinilai paling fenomenal, Jokowi-JK bisa membuka akses di perbatasan. Berdasarkan keterangan dari Kepala Balitbang PUPR Danish H Sumalidaga mengungkapkan, selama tiga tahun kepemimpinan Jokowi-JK telah berhasil membangun jalan nasional sepanjang 2.623 kilometer (km).

"Mayoritas yang kita bangun itu adalah jalan-jalan perbatasan yang ada di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur, kurang lebih 2.000 km," tutur Danis.

Di masa Jokowi-Jk juga, fisik dari pembangunan jalan Trans Papua jelas terlihat. Perkembangannya pun cukup signifikan meski medan pembangunan cukup berat. Pembangunan proyek tersebut dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga TNI Angkatan Darat.

Selain itu, pembangunan jalan tol baru di pemerintahan sekarang pun dinilai paling banyak dibanding pemerintahan sebelumnya.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, masa kepemimpinan Presiden Soeharto selama 32 tahun, ada 490 km jalan tol baru yang dibangun. Sementara di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jalan tol baru yang terbangun sepanjang 212 km.

Di era Presiden Megawati Soekarno Putri, hanya 34 km yang terbangun, di era Presiden Presiden BJ Habibie hanya 7,2 km, dan bahkan saat Indonesia dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid hanya 5,5 km jalan tol yang terbangun.

"Jalan tol yang sudah dibangun di pemerintahan Pak Jokowi-JK itu paling banyak dari sebelum-sebelumnya, panjangnya 568 km," kata Luhut.

Salah satu yang jadi fokus Jokowi-JK adalah menghubungkan titik-titik kota besar di Sumatera lewat ribuan kilometer jalan tol atau yang lebih dikenal dengan tol Trans Sumatera.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) optimistis pembangunan jalan tol baru akan mencapai panjang 1.852 km. Proyeksi ini melampaui target pembangunan tol yang sudah ditetapkan sebelumnya sepanjang 1.000 km hingga 2019.

Bendungan hingga bandara

Pemerintah juga membangun 39 bendungan. Sebanyak 30 merupakan proyek baru dan sembilan selesai pada 2015-2017. Pembangunan sistem penyediaan air minum dengan tambahan kapasitas 20.430 per detik dan capaian pembangunan perumahan ditargetkan sekitar 2,2 juta unit (2015-2017).

Selain itu, sejumlah bandara dan pelabuhan baru dibangun, sementara yang sudah ada dikembangkan dan diperbaharui untuk menumbuhkan ekonomi-ekonomi di kawasan tersebut. Contohnya adalah Bandara Silangit yang awalnya tidak ekonomis untuk maskapai, kini ramai karena telah dikembangkan dan telah menumbuhkan pesona tempat wisata Danau Toba.

Tol Laut hingga listrik

Jokowi juga sering menggaungkan mengenai konektivitas tol laut. Bagaimana tol laut bisa berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum, dan khususnya untuk menekan biaya logistik. Dipasritas harga pun bisa diantisipasi dengan adanya tol laut.

Konsep tol laut juga pertama kali dikeluarkan oleh Jokowi. Hingga 3 tahun kepemimpinan Jokowi-JK, trayek tol laut terus bertambah menjadi 13 trayek hingga sekarang, dari sebelumnya hanya 3 trayek sejak November 2015. Sebanyak 7 trayek dilaksanakan oleh PT Pelayaran Nasional Indonesia dan 6 trayek oleh perusahaan pelayaran swasta.

Kemudian, di sektor energi, Jokowi-JK juga meluncurkan program pembangunan pembangkit 35 Ribu MW. Data hngga 3 tahun kepemimpinan pasangan ini, sudah 7.000 MW terbangun dan lainnya masih sedang dalam tahap perencanaan, financial closing dan juga konstruksi. 

Sejumlah pihak pesimistis hingga 2019 nanti, 35.000 MW pembangkit bisa terbangun. Namun, PLN sebagai BUMN yang mendapatkan penugasan masih optimistis. 

MRT, LRT, SkyTrain

Di masa Jokowi-Jk juga, Indonesia segera memiliki transportasi massal jenis baru. Yakni Light Rail Transit (LRT) Jabodebek dan Palembang, kemudian Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya, Kereta Bandara Soekarno-Hatta dan juga kereta antar terminal Bandara Soekarno-Hatta atau SkyTrain. 

Moda transportasi massal memang menjadi fokus pemerintah karena persoalan kemacetan masih menjadi momok di masyarakat saat ini. Semua proyek itu menjadi sejarah bagi Indonesia.

Sejuta Rumah

Di masa kepemimpinan Jokowi-JK, program Sejuta Rumah diluncurkan. Program yang menyediakan rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini diluncurkan pada 2015. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut, sejak saat itu hingga Agustus 2017 lalu sudah terbangun sekitar 2 juta unit.

Pemerintah juga tengah membangun 245 proyek dan 2 program PSN berdasarkan evaluasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang diubah dengan Perpres 58 Tahun 2017. Nilainya mencapai Rp 4.197 triliun

Untuk merealisasikan hal tersebut, Jokowi-JK tak hanya mengandalkan APBN, justru membuka peluang besar untuk swasta menanamkan modalnya.

Hal ini tentu berkaitan dengan investasi. Berdasarkan catatan BKPM, sejak 2016 hingga semester 1-2017 kepemimpinan Jokowi-JK, sudah ada Rp 1.494,9 triliun investasi.

Yang menarik, penyebaran investasi sudah mulai terlihat ke arah timur. Paling besar penyebaran adalah ke Sulawesi, kemudian Sumatera dan Jawa.

Kalimantan, Papua, dan Maluku menunjukkan pertumbuhan investasi yang cukup signifikan, yaitu masing-masing 41 dan 23 persen.

Pertumbuhan Ekonomi

Pemerataan pembangunan juga berimbas pada pertumbuhan ekonomi yang punya keterkaitan erat dengan tingkat kemiskinan, pengangguran kesenjangan pendapatan, inflasi dan aspek lainnya.

Pemerintah mengklaim semua sektor tersebut dalam 3 tahun ini positif bagi pertumbuhan ekonomi RI. Menko Darmin menyebut pertumbuhan ekonomi pada 2013-2014 melambat 5,56 persen ke 5,01 persen, dan mengalami penurunan 4,88 persen di 2015. Namun angka tersebut naik di 2016 menjadi 5,02 persen dan ditargetkan bisa menyentuh 5,2 persen di 2017.

Harga pangan di 3 tahun masa kepemimpinan Jokowi-JK juga diklaim pemerintah stabil. Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita mengklaim, selama pemerintahan Jokowi-JK, harga bahan pangan relatif stabil. Hal ini dinyatakannya tidak terlepas dari peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Enggartiasto mengaku stabilnya harga itu dicontohkannya selama tiga tahun inflasi saat perayaan hari-hari besar keagamaan relatif terkendali.

Sejumlah kebijakan perdagangan yang diambil Enggar adalah penetapan Harga Eceran tertinggi di beberapa bahan pokok.

Harga hasil laut juga naik, begitu juga dengan produktivitasnya. Alhasil kesejahteraan nelayan juga meningkat. Penyebabnya adalah pemberantasan kapal maling ikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. 

Sejak awal menduduki posisi menteri di kabinet Jokowi 3 tahun lalu, Susi paling vokal menyuarakan soal darurat maling ikan. Selama 3 tahun, Susi telah menenggelamkan ratusan kapal maling ikan. Susi juga memberikan asuransi untuk nelayan juga mengganti alat tangkap ikan yaitu cantrang. 

Terkait pemerataan harga, Jokowi juga punya program BBM Satu Harga untuk wilayah-wilayah terpencil. Masyarakat di pulau terpencil dan terdepan yang biasanya menikmati BBM dengan mahal, harganya akan sama dengan yang ada di Jawa.

Hingga saat ini, sudah ada 25 daerah di wilayah 3T (Terpencil, Terluar dan Termarjinalkan) yang sudah menikmati harga BBM sama dengan di Jawa.

Jokowi-JK juga berambisi untuk mendatangkan lebih banyak wisatawan mancanegara. Berbagai upaya promosi, pembangunan kawasan ekonomi khusus Pariwisata, pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana wisata hingga penetapan 10 primadona wisata terus dikembangkan.

Alhasil di 3 tahun Jokowi-JK, pertumbuhan pariwisata Indonesia masuk Top 20 Dunia. "Presiden Jokowi sudah menyadari dan meminta agar pariwisata menjadi sektor unggulan terbesar nasional," jelas Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Pengamat ekonomi Faisal Basri dalam ulasannya mengatakan, saat ini inflasi Indonesia berada di bawah 4 persen, terendah sejak krisis 1998. Suku bunga juga berangsur turun walaupun belum serendah yang diinginkan pemerintah.

Nilai tukar rupiah stabil dengan volatilitas terendah di Asia Tenggara bersama dengan ringgit Malaysia. Dan cadangan devisa meningkat hingga mencapai aras tertinggi sepanjang sejarah.

Lanjut dia, pasar saham terus menunjukkan kenaikan indeks, di mana sudah 19 kali mencetak rekor baru sejak pertengahan Maret 2017.

Yang tak kalah penting nilai ekspor tumbuh dua digit, setelah lima tahun berturut-turut selalu merosot serta arus masuk penanaman modal asing yang cenderung meningkat.

Pekerjaan Rumah

Meski sudah banyak yang dilakukan Jokowi-JK selama tiga tahun ini, hal itu dinilai belum cukup. Upaya pemerataan yang dilakukan pemerintah juga dinilai belum dirasakan betul oleh masyarakat bawah.

Institute for Development of Economics dan Finance (Indef)‎ menilai, pemerataan ekonomi dan pendapatan masyarakat selama 3 tahun masa pemerintahan Jokowi-JK masih belum banyak berubah. Hal tersebut salah satunya karena belum efektifnya program-program yang dijalankan oleh pemerintah.

Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudistira mengatakan, pemerataan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang belum signifikan menyentuh masyarakat golongan bawah dapat terlihat tingkat gini rasio.

"Pemerataan itu masih stagnan. Rasio gininya masih 0,39, penurunannya dari 0,41 tidak signifikan. Ini karena banyak program pemerintah yang belum berjalan secara optimal," ujar dia

Menurut dia, banyak program pemerintah yang masih belum optimal untuk mencapai pemerataan ekonomi masyarakat. Salah satu contohnya, reforma agraria yang ditargetkan bisa meredistribusi sebanyak 9 juta hektare (ha) lahan kepada masyarakat.

"Misalnya soal reforma agraria yang bagi-bagi 9 juta ha lahan, tapi 4,5 juta ha masih dominan hanya bagi-bagi sertifikat. Belum redistribusi lahan secara langsung," kata dia.‎

Meski pembangunan infrastruktur sangat masif dibangun, Ekonom dari Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai pembangunan infrastruktur ini belum cukup menyerap lebih banyak tenaga kerja karena lebih bersifat padat modal.

Sedangkan kita butuh infrastruktur yang menciptakan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Bangun jalan tol misalnya, bagus untuk meningkatkan daya saing kita, tapi yang bekerja itu padat modal semua, seperti buldoser, bahan baku impor, jadi penyerapan ke tenaga kerja kurang," tuturnya.

Sementara proyek infrastruktur yang membuka lebih banyak kesempatan kerja, kata Ari, seperti pembangunan jalan kabupaten, provinsi, irigasi pertanian masih kurang digenjot pemerintah sehingga penyerapan tenaga kerja minim.

"Dampaknya ke pertumbuhan ekonomi juga belum ada, buktinya ekonomi masih tumbuh 5,0 persen. Penyerapan tenaga kerja sekarang kurang dari 200 ribu orang karena pembangunan infrastruktur menggunakan tenaga mesin. Sedangkan kalau bangun jalan daerah, bangun waduk kan banyak menggunakan tenaga masyarakat di daerah," ucapnya.

Sementara menurut pengusaha, Jokowi-JK selama 3 tahun ini telah banyak melakukan hal positif. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai pembangunan infrastruktur telah berjalan sangat cepat. Dengan banyaknya infrastruktur yang dibangun ini maka akan menciptakan biaya logistik yang lebih murah.

"Kedua, daerah-daerah mulai diperhatikan, seperti di Papua, NTT, dan lainnya itu mulai ada pergerakan ekonomi. Ini patut diapresiasi," kata Hariyadi kepada Liputan6.com

Ketiga, menurut Hariyadi, dalam tiga tahun ini, dunia mulai mengakui keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal itu dibuktikan dengan sejumlah investment grade yang diberikan oleh beberapa lembaga pemeringkat.

Terlepas dari pencapaian tersebut, Hariyadi juga memaparkan adanya beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam dua tahun sisa masa kepemimpinannya.

Hal utama adalah koordinasi antar lembaga. Baginya saat ini banyak kasus kurangnya koordinasi ini, sehingga menghasilkan data yang tidak akurat. Salah satu yang dicontohkan adalah di sektor pangan.

Jokowi-JK masih punya dua tahun untuk menyelesaikan pekerjaan rumah. Sejumlah proyek infrastruktur masih harus dikebut, dikawal, dan diselesaikan. Seperti yang disebutkan oleh Menko Darmin bahwa ada 245 proyek yang tengah dibangun pemerintah.

Target pertumbuhan ekonomi, target penerimaan pajak, dan target pembangunan lainnya yang masih belum tercapai pun masih bisa terus dikejar.

Ekonom Faisal Basri mengatakan, dengan kondisi makro ekonomi seperti ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir hanya mampu tumbuh tak jauh dari angka 5 persen‎.

Padahal, pada era 1960-an ekonomi Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan 12 persen dan juga pernah mencapai titik terendah, yaitu -13,1 persen saat krisis 1998.

"Dari rata-rata double digit, menjadi rata-rata 8 persen, lalu 7 persen, 6 persen dan akhirnya dalam empat tahun terakhir menjadi 5 persen," kata dia.

Meski demikian, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Syaratnya harus ada suntikan energi baru dengan kesiapan Indonesia memasuki era Industry 4.0, pengembangan digital economy, dan melakukan reorientasi kebijakan.

"(Untuk) Menjadi juara, asupan harus bermutu, kerja keras, disiplin, rajin latihan, dan bertanding," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya