Gagal Jadi Atlet, Orang RI Jadi Bos Properti di Australia

Paul bersama Iwan Sunito membangun Crown Group tahun 1996. Berbeda dengan Iwan, Paul Sathio jarang tersorot publik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 29 Okt 2017, 08:48 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2017, 08:48 WIB
Bos Crown Group Paul Sathio (Kiri) (Foto: Achmad/Liputan6.com)
Bos Crown Group Paul Sathio (Kiri) (Foto: Achmad/Liputan6.com)

Liputan6.com, Sydney Pria itu berpenampilan sangat sederhana. Tanpa jas, ia hanya mengenakan kemeja biru bergaris dan bercelana bahan hitam berjalan kaki menyusuri jalan Sydney, Australia hari itu. Tak banyak yang tahu, pria itu adalah Paul Sathio, salah satu pendiri Crown Group yang merupakan perusahaan properti terkemuka di Australia.

Liputan6.com bersama beberapa media dari Indonesia mendapat cerita menarik dari Paul Sathio. Kami bertemu dengannya, Rabu lalu (25/10/2017).

Paul bersama Iwan Sunito membangun Crown Group tahun 1996. Berbeda dengan Iwan, Paul Sathio jarang tersorot publik.

"Iwan (Sunito) biasa frontman untuk company kita. Saya lebih baik enggak banyak tahu saya," kata dia.

Tak terbayangkan bagi Paul untuk menjadi pengusaha properti. Paul mengaku punya cita-cita sebagai pemain bulu tangkis.

Bakat sebagai pemain bulu tangkis sudah ada sejak kecil. Pria asal Bali ini bercerita, di tingkat junior, dia menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan.

Namun Paul tak cepat puas. Paul ingin terus meningkatkan kemampuan bermain bulu tangkis. Untuk itu, dia mesti meninggalkan Bali dan pergi ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah sekaligus meningkatkan kemampuan bermain bulu tangkis.

"Kalau mau, saya punya coach bilang kalau mau maju, ke Surabaya," jelas dia.

Paul menyampaikan keinginan itu ke orangtua. Namun, orangtua Paul melarang. Alasannya, Surabaya kota besar dan orangtua tak ingin Paul salah pergaulan.

"Ke Surabaya, saya tanya orangtua saya, saya pengen sekolah Surabaya. Surabaya kota besar, Denpasar kota kecil, takut rusak di sana," sambungnya.

Lalu, orangtua Paul memberi pilihan lain yakni Malang. Dalam pemikiran Paul, Malang lebih bagus daripada Bali, sebab itu ia menerima tawaran untuk melanjutkan sekolah di Malang.

"Di Malang setahun. Di Malang latihannya fisik, latihan sendiri bukan dilatih. Jadi saya bilang, saya mau pindah Surabaya," ujar dia.

Kali ini, Paul sedikit mengancam. Ia tak ingin melanjutkan sekolah jika keinginannya untuk melanjutkan sekolah dan berlatih bulu tangkis di Surabaya terpenuhi. Dari situ, Paul akhirnya mendapat restu pindah ke Surabaya. Itu terjadi sekitar tahun 1974-1975.

Di Surabaya, Paul masuk di kelompok bulu tangkis bernama Rajawali. Klub tersebut cukup populer di Surabaya karena melahirkan bintang-bintang di level internasional. Salah satunya, Rudy Hartono.

Persaingan di klub tersebut ketat. Pemain setingkat Paul kala itu berjumlah 8 sampai 10 orang. Meski berbakat, Paul menyadari masih banyak yang lebih berbakat darinya.

"Juniornya banyak, ada 8-10 orang saya masuk Rajawali paling bawah. Walaupun latihan sudah setengah mati, sampai akhir SMA itu kira-kira masih di tengah. Wah saingannya banyak. Saya punya talent ada, tapi yang lainnya talent-nya lebih bagus. Kelihatannya akan fail nggak akan berhasil," tutur dia.

Paul akhirnya memutuskan untuk menyerah dan melanjutkan sekolah ke Australia. Paul hijrah ke Australia Januari 1976.

Di Australia, dia bertemu Iwan Sunito dan singkat cerita keduanya membangun kerajaan bisnis properti bernama Crown Group.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya