Ini yang Diperlukan Untuk Menemukan Cadangan Migas Baru

Kesulitan pembebasan lahan menjadi isu mengemuka di tengah eksplorasi migas.

oleh nofie tessar diperbarui 31 Okt 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2017, 06:00 WIB
Ini yang Diperlukan Untuk Menemukan Cadangan Migas Baru
Kesulitan pembebasan lahan menjadi isu mengemuka di tengah eksplorasi migas.

Liputan6.com, Jakarta Eksplorasi migas adalah satu-satunya syarat ditemukannya cadangan baru. Namun, di tengah rendahnya harga minyak dunia, kegiatan ini sedang menghadapi sejumlah tantangan berat dan memerlukan dukungan semua pihak.

Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) saat ini terdapat 177 perusahaan migas, atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), yang melakukan eksplorasi di Indonesia.

 “Mereka adalah masa depan Indonesia,” ujar Wakil Kepala SKK Migas Sukandar dalam kegiatan Forum Eksplorasi yang diselenggarakan akhir September lalu.

Dalam forum yang dihadiri pemerintah dan pelaku industri hulu migas tersebut, para Kontraktor KKS yang melakukan eksplorasi mengemukakan kendala-kendala yang kerap mereka hadapi saat mencari migas. Di antara isu yang mengemuka adalah tentang kesulitan untuk membebaskan lahan.

“Kami sudah menjalankan komitmen eksplorasi kami, tetapi pembebasan lahan sampai saat ini belum selesai,” ujar perwakilan Kontraktor KKS yang beroperasi di Sumatera. Hal lain yang mengemuka adalah tentang kemudahan mengakses data. Ketersediaan data awal geologi membantu Kontraktor KKS meminimalkan risiko. Dengan peta cadangan yang lebih akurat, mereka akan terhindar dari kehilangan investasi yang cukup besar terutama untuk eksplorasi di laut dalam.

Sukandar mengatakan beberapa tahun terakhir memang terjadi tren penurunan aktivitas dan investasi eksplorasi di Indonesia. Hal ini sedikit banyak didorong oleh penurunan harga minyak dunia. Kontraktor KKS juga masih menunggu hasil eksplorasi di laut dalam Indonesia. Sejumlah kendala nonteknis seperti perizinan, masalah sosial dan juga kemampuan finansial kontraktor juga berkontribusi atas lesunya kegiatan eksplorasi.

Pemerintah dan SKK Migas tentunya tidak berdiam diri dengan adanya kondisi ini. Untuk meningkatkan eksplorasi, pemerintah diantaranya telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 tahun 2017 tentang Perubahan atas PP No. 79 tahun 2010. Regulasi ini membawa beberapa perubahan, antara lain pembebasan bea masuk impor barang dan insentif pajak, termasuk PPN, PPnBM, PPh, dan PBB. Insentif lain yang ditawarkan adalah insentif kredit, imbalan Domestic  Market Obligation (DMO) Holiday, dan depresiasi yang dipercepat.

Pemerintah juga telah memberikan delapan tambahan insentif untuk kontrak bagi hasil dengan skema Gross Split. Melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 52/2017 terkait Revisi Bagi Hasil Gross Split, bagian kontraktor yang mendapatkan blok migas dengan konsep ini dapat meningkat dengan pertimbangan kumulatif produksi, harga minyak dan gas, kandungan H2S yang tinggi, ketersediaan infrastruktur, dan pertimbangan lainnya. Aturan ini lebih menarik bagi investor sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat mereka untuk melakukan eksplorasi di Indonesia.

Dalam rangka mendukung eksplorasi di wilayah timur Indonesia, SKK Migas telah menerbitkan sebuah memoir berjudul Petroleum System Eastern Indonesia. Memoir ini berisikan hasil penelitian yang dilakukan SKK Migas, Kontraktor KKS, dan universitas mengenai konsep geologi di wilayah timur

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan upaya untuk mendorong eksplorasi memang tidak hanya cukup dilakukan oleh sektor migas semata, tetapi harus lintas sektor.

“Saat ini yang kita butuhkan adalah strategi bersama memulihkan investasi hulu migas. Pekerjaan ini tentunya tidak mudah,” ujarnya.

Menurutnya, semua pihak perlu bahu membahu mengatasi persoalan-persoalan yang mungkin tidak terkait langsung dengan operasi hulu migas, tetapi sangat mengganggu jika tidak diselesaikan secara tuntas.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya