Ini Bukti Holding BUMN Tambang Siap Ambil Alih Saham Freeport

Pemerintah masih diskusi soal pengambilalihan saham Freeport Indonesia termasuk lewat holding BUMN tambang.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 24 Nov 2017, 12:48 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2017, 12:48 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN saat ini terus melakukan finalisasi mengenai skenario divestasi saham Freeport Indonesia secara mayoritas. Salah satu yang menjadi opsi adalah melalui holding BUMN tambang yang akan terbentuk pada 29 November 2017.

Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menegaskan, jika diberikan tugas, holding BUMN tambang ini sangat siap untuk mengambil alih saham PT  Freeport Indonesia.

Dia memberikan contoh salah satu buktinya bisa dilihat dari sisi ekuitas holding BUMN tambang tersebut. Ketika sudah menjadi holding, ekuitasnya mencapai Rp 64,6 triliun.

"Katakanlah saham Freeport Indonesia itu US$ 2-3 miliar atau sekitar Rp 36 triliun, ekuitas kita sendiri saja Rp 64 triliun, sudah jelas berarti ya," kata Harry di Kementerian BUMN, Jumat (24/11/2017).

Padahal, dari sudut pandang keuangan, ekuitas tersebut bisa di leverage atau penggunaan aset dan sumber dana mencapai 3 kali lipat atau mencapai Rp 120 triliun lebih, sebagai upaya mendapatkan pendanaan dari perbankan.

Dari data laporan keuangan hingga Juni 2017 dari masing-masing perusahaan yang termasuk anggota holding BUMN tambang tercatat, ekuitas PT Inalum (Persero) sendiri sebesar Rp 20,6 triliun, PT Antam (Persero) Tbk sebesar Rp 17,8 triliun, PT Bukit Asam (Persero) Tbk Rp 11,9 triliun dan PT Timah (persero) Tbk sebesar Rp 5,6 triliun.

Harry menegaskan, meski 51 persen saham Freeport Indonesia nanti akan beralih ke Indonesia, tetap pemerintah daerah mendapat porsi 10 persen.

"Sekarang kita, Menteri BUMN, Menteri ESDM dan Menteri Keuangan terus berunding mengenai hal yang bersifat teknis. Namun intinya semua mengacu pada kesepakatan yang disepakati pada Agustus 2017," ujar dia. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Bentuk Holding, Pemerintah Perlu Perhatikan Hal Ini

Sebelumnya Pemerintah berencana membentuk beberapa induk usaha (holding) badan usaha milik negara (BUMN). Salah satu yang santer dibicarakan ialah pembentukan holding tambang.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono mengatakan, jika tujuan pembentukan holding untuk meningkatkan efisiensi, maka hal itu dianggap kurang tepat.

"Sebetulnya untuk meningkatkan efisiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat dimerger, bukan holding," kata dia di Jakarta, Senin 20 November 2017.

Namun, dia juga menuturkan, merger juga bukan berarti tanpa risiko. Pasalnya, merger berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Lalu, dibutuhkan pula situasi yang kondusif untuk merealisasikan hal tersebut.

"Dengan merger, maka jumlah direksi dan komisaris serta karyawan bisa dikurangi, cuma kalau merger pasti ada gejolak, karena akan ada pengurangan direksi dan karyawan. Cuma merger itu butuh situasi yang kondusif dan saya lihat waktunya kurang tepat saat ini," terang dia.

Sebab itu, Tony menuturkan pembentukan holding BUMN perlu dikaji lebih lanjut. Dia bilang, lebih baik pemerintah belajar dari pengelaman sebelumnya saat membentuk holding semen dan perkebunan.

"Coba lihat, holding semen juga enggak efektif karena mereka masih bawa entitas masing masing dan membawa budaya organisasi masing-masing," tukas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya