Liputan6.com, Jakarta - Apa resolusi kamu pada 2018 ini? Jika ditanya demikian, tentu tiap orang akan menjawab berbeda-beda. Namun, jawaban paling utama sudah pasti terkait karier dan dunia kerja.
Sudah sewajarnya setiap orang mengharapkan kehidupan yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya. Maka tak jarang akan dijumpai banyak sekali para pencari kerja yang berlomba-lomba mencari pekerjaan.
Di antara para pencari kerja tersebut, akan pula ditemui para karyawan yang sudah memiliki pekerjaan--bahkan sebenarnya sudah bekerja di sebuah perusahaan yang bagus--namun memutuskan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi.
Advertisement
Baca Juga
Mungkin alasan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi dari saat ini, merupakan salah satu dari seribu alasan untuk resign. Namun, tahukah kamu apa sebenarnya alasan utama di balik seorang karyawan memutuskan untuk mencari pekerjaan baru?
Ternyata, alasan utamanya tak lain tak bukan adalah karena ketidakpuasannya terhadap perilaku dan perlakuan dari atasan saat kerja. Belum sesuainya cara kepemimpinan atasan di Indonesia seperti inilah yang ternyata menjadi salah satu faktor karyawan berniat mencari pekerjaan baru.
“Kepuasan dalam bekerja (job satisfaction) dan keinginan untuk bertahan di suatu perusahaan (intention to stay) dipengaruhi oleh perilaku atasan di tempat karyawan tersebut bekerja. Data dari ‘Global Leadership Study’ menunjukkan bahwa 85 persen karyawan menganggap apresiasi dan pujian dari atasan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan sangatlah penting, namun pada praktiknya hanya 36 persen atasan yang melakukannya," tutur Joshua Siregar selaku Director, National Marketing Dale Carnegie Indonesia, Sabtu (6/1/2018).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perilaku atasan yang mempengaruhi kepuasan karyawan
Lalu, sebenarnya apa saja perilaku atasan yang mempengaruhi kepuasan karyawan?
Dale Carnegie hadir dan memberikan solusi terhadap pertanyaan tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukannya, Dale Carnegie menyimpulkan bahwa perilaku atasan yang mempengaruhi kepuasan karyawan, antara lain kesediaan memberi apresiasi dan pujian yang tulus kepada karyawan, kemauan melihat dari sudut pandang orang lain, menjadi pendengar yang baik, kesediaan mengakui kesalahan, dan mau menghargai kontribusi karyawan.
Terbukti, atasan yang menunjukkan perilaku tersebut mampu meningkatkan kepuasan karyawan hingga lebih dari dua kali lipat, yaitu 36 persen.
Fakta menariknya, ternyata atasan yang ‘berani mengakui kesalahan’ menjadi faktor yang semakin penting mempengaruhi kepuasan karyawan.
Terlihat dari hasil studi bahwa 78 persen karyawan mengharapkan kondisi tersebut. Sayangnya hanya 37 persen immediate supervisor yang melakukannya dengan konsisten. Artinya, terjadi gap 41 persen antara ekspektasi dan kenyataan – atau selisih terbesar kedua setelah faktor ‘memberikan penghargaan tulus’ yang sebesar 48 persen.
Joshua sangat menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, keduanya sangat penting untuk membangun lingkungan yang nyaman bagi karyawan, terutama guna memotivasi mereka agar berani melakukan inovasi serta berkembang.
"Ketika karyawan melakukan inovasi dengan mengambil risiko, mereka berharap atasannya menunjukkan kesalahan secara bijaksana sehingga anak buah bisa belajar serta memperbaiki diri,” tegas Joshua.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cara kepemimpinan atasan langsung (immediate supervisor) berperan signifikan terhadap kepuasan kerja dan keinginan karyawan untuk bertahan di sebuah perusahaan.
Oleh karenanya, ada baiknya atasan dapat coba mengubah perilaku. Ini dikarenakan kepemimpinan yang efektif dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
Advertisement
30 persen karyawan RI akan mencari pekerjaan baru
Beriringan dengan dikeluarkan fakta menarik ini, Dale Carnegie menggagas studi bertajuk “Global Leadership Study” (2016) yang memperlihatkan bahwa lebih dari 30 persen tenaga kerja di Indonesia akan mencari pekerjaan baru dalam waktu dekat.
Hal itu berdasarkan akumulasi dari angka 20 persen karyawan yang berencana berpindah tempat kerja tahun depan, dan 13 persen bahkan mengaku saat ini sedang dalam pencarian pekerjaan baru. Sementara, hanya 28 persen karyawan di Indonesia yang berniat bertahan dalam jangka waktu cukup panjang di perusahaannya.
Studi tersebut berdasarkan hasil survei yang digelar di 14 negara termasuk Indonesia. Studi ini melibatkan sekitar 3.300 pekerja dengan rentang usia 22–61 tahun, mulai dari level karyawan hingga direktur.
Di Indonesia sendiri, studi menyertakan 205 pekerja dari perusahaan kecil hingga menengah, dengan tujuan mengetahui cara kepemimpinan yang efektif di tanah air.
Studi menyebut bahwa hanya 17 persen karyawan yang mengaku puas dengan pekerjaan mereka. Riset juga memperlihatkan bahwa kepuasan tersebut kuat dipengaruhi oleh perilaku atasan.