Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memperbaiki komunikasi terkait ketentuan pelaporan data transaksi kartu kredit. Hal itu supaya tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Ketua Apindo Haryadi Sukamdani menganggap, komunikasi yang dilakukan terkait pelaporan data tersebut kurang tepat. Dia menambahkan, tugas pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang menelusuri kekayaan wajib pajak.
"Masalah dari pihak Kemenkeu DJP memang saya rasa komunikasinya yang kurang pas. Sebetulnya kaya begitu tidak perlu disampaikan ke publik. Tugas mereka memang harus menelusuri kekayaan wajib pajak. Lebih ke komunikasi yang menurut saya salah, kurang pas," kata dia gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia berharap, masalah ini dapat diantisipasi pemerintah. Lantaran ketika isu itu menyeruak beberapa waktu lalu banyak orang menutup kartu kreditnya.
"Tahun lalu sudah terjadi, mudah-mudahan tahun ini dampaknya lebih bisa diantisipasi oleh wajib pajak. Tahun lalu yang mengembalikan kartu kredit jumlahnya cukup besar gara-gara kasus itu. Mudah-mudahan sudah lewat," ungkapnya.
Dia menekankan, pemerintah mesti lebih cermat untuk berkomunikasi pada publik sehingga, tidak lagi menimbulkan kegaduhan. Haryadi juga berharap, ketentuan tersebut tidak tebang pilih. Serta, tidak digunakan untuk mencari-cari kesalahan wajib pajak.
"Menurut saya enggak ada masalah. Mau Rp 1 miliar, Rp 500 juta tergantung kebutuhannya apa. Dan yang paling penting jangan cari-cari kesalahan orang. Kalau tendensinya mencari kesalahan orang wajib responnya pasti akan negatif. Jadi lebih selektif lebih smart," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
DJP Mau Cek Kepatuhan Nasabah
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menyatakan terbitnya aturan kewajiban lapor data kartu kredit oleh perbankan untuk menelusuri kepatuhan pembayaran pajak nasabah sebagai Wajib Pajak (WP).
Data kartu kredit yang bakal diintip adalah yang memiliki tagihan belanja minimal Rp 1 miliar dalam setahun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama ‎mengungkapkan, dari data dan informasi kartu kredit yang disampaikan perbankan maupun penyelenggara kartu kredit, Ditjen Pajak dapat melihat profil penghasilan WP dan mengecek kepatuhannya terkait pelaporan penghasilan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.
"Sama seperti informasi saldo rekening, data tagihan kartu kredit dapat digunakan untuk melihat profil penghasilan WP untuk dilihat atau dinilai kepatuhannya dalam melaporkan penghasilan di SPT Tahunannya," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu 4 Februari 2018.
Untuk mempermudah perbankan dan Ditjen Pajak, Hestu Yoga mengatakan, data kartu kredit nasabah yang nantinya dilaporkan ke Ditjen Pajak ‎adalah untuk total pembelanjaan atau tagihan paling sedikit Rp 1 miliar dalam setahun. ‎
Dia menambahkan, penyampaian data kartu kredit oleh perbankan atau penyelenggara kartu kredit kepada Ditjen Pajak untuk pertama kalinya adalah data kartu kredit untuk tagihan selama 2018 (Januari-Desember).
"Data kartu kredit kami berikan threshold (batasan) supaya lebih tepat sasaran dan tidak membebani perbankan maupun Ditjen Pajak sendiri," tegas Hestu Yoga.
Advertisement