Liputan6.com, Jakarta - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyatakan, aturan wajib lapor data kartu kredit tak perlu aturan khusus. Lantaran data kartu kredit bukan termasuk klarifikasi rahasia menurut undang-undang perbankan dan perpajakan.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menyampaikan hal itu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/2/2018).
"Data kartu kredit (KK) bukan termasuk klasifikasi rahasia menurut undang-undang perbankan dan perpajakan, sehingga untuk mendapatkannya tak perlu izin atau aturan khusus. Hal ini pun bukan sesuatu yang baru dan pernah direncanakan sebelumnya. Bahkan menurut Pasal 35A UU KUP, setiap instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib menyerahkan data kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak," jelas dia.
Advertisement
Kemudian, data tersebut bukan termasuk data yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Perpajakan.
Baca Juga
"Jenis data ini juga tidak termasuk dalam data dan informasi yang diatur menurut Perppu 1/2017 atau UU Nomor 9/2017, sehingga tidak perlu mengikuti aturan di UU, termasuk tentang ambang batas (threshold) yang wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak," ungkapnya.
Meski begitu, dia mengatakan, data transaksi kartu kredit merupakan data untuk mengetahui profil penghasilan wajib pajak berdasarkan pendekatan konsumsi. Profil tersebut dapat menjadi salah satu sarana meningkatkan basis pajak dan kepatuhan pajak.
"Untuk itu, lebih tepat jika ambang batas tidak didasarkan pada jumlah tagihan dalam setahun yang dapat fluktuatif, tetapi didasarkan pada limit tertentu pada KK. Kami mengusulkan seluruh KK dengan limit Rp 100 juta ke atas wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak. Batas yang terlalu tinggi justru dikhawatirkan tidak optimal bagi tujuan intensifikasi dan ekstensifikasi," jelas dia.
Dia juga bilang, mencermati situasi dan kondisi perekonomian. Selain itu, juga perhatikan waktu pemberlakuan ketentuan pemanfaatan data kartu kredit diperhitungkan.
"Sebaiknya didahului dengan pembuatan sistem,SOP,tata cara pemanfaatan yang jelas, mudah, dan akuntabel. Pelaksanaan yang terburu-buru dan tanpa persiapan akan mengundang kekhawatiran yang tidak perlu," ujar dia.
"Persepsi dan kekhawatiran yang muncul harus diantisipasi karena dapat memicu penurunan penggunaan KK dan pada gilirannya dapat merugikan perekonomian nasional," tambah dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
DJP Intip Data Kartu Kredit dengan Tagihan Rp 1 Miliar Setahun
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan, aturan kewajiban pelaporan data dan informasi kartu kredit nasabah oleh perbankan akan berlaku untuk tagihan belanja minimal Rp 1 miliar per tahun. Data itu disampaikan oleh perbankan paling lambat akhir 2019.
Hal ini sejalan dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
PMK ini diteken Sri Mulyani pada 29 Desember 2017 dan diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, di tanggal yang sama.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengungkapkan PMK 228 merupakan pengganti PMK 16/PMK.03/2013 jo PMK 39/PMK.03/2016.
Namun, Ditjen Pajak akan membuat aturan lebih lanjut terkait hal tersebut. Dia bilang, agar konsisten dengan Penerapan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Tujuan Perpajakan, pelaksanaan penyampaian data kartu kredit akan diatur dalam dua hal.
"Pertama, (perbankan) wajib menyampaikan (data) hanya untuk total pembelanjaan atau tagihan paling sedikit Rp 1 miliar dalam setahun," kata Hestu Yoga saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu, 4 Februari 2018.
Kedua, dirinya menambahkan, aturan penyampaian data dan informasi setiap tahun sesuai periode penyampaian data keuangan untuk saldo rekening per 31 Desember setiap tahunnya.
"Dengan demikian, penyampaian data kartu kredit oleh perbankan atau penyelenggara kartu kredit kepada Ditjen Pajak untuk pertama kalinya adalah data kartu kredit untuk tagihan selama 2018 (Januari-Desember). Total tagihannya selama setahun paling sedikit Rp 1 miliar‎," tegas Hestu Yoga.
Itu artinya, Ditjen Pajak akan mulai mengintip data dan informasi kartu kredit pada nasabah yang tercatat memiliki total tagihan ‎dengan batas minimal Rp 1 miliar setahun untuk periode Januari-Desember 2018.
"Data itu dilaporkan perbankan untuk pertama kalinya kepada Ditjen Pajak ‎paling lambat akhir April 2019," tegas dia.
Advertisement