Menunggu Data Inflasi, Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.615 per dolar AS hingga 13.662 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 14 Feb 2018, 13:12 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2018, 13:12 WIB
Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas memasukkan lembaran uang rupiah ke dalam mobil di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan hari ini. Pelaku pasar menunggu angka inflasi AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (14/2/2018), rupiah dibuka di angka 13.638 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.651 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.615 per dolar AS hingga 13.662 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 0,72 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah dipatok di angka 13.657 per dolar AS, melemah jika dibanding dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.644 per dolar AS.

Dolar AS memang mengalami tekanan di kawasan Asia terutama terhadap yen Jepang. Terhadap yen, dolar AS jatuh ke level terendah dalam 15 bulan.

Investor sangat berhati-hati melakukan transaksi sambil menunggu angka inflasi AS. Angka inflasi ini sangat ditunggu karena akan menentukan langkah kebijakan Bank Sentral AS selanjutnya.

Jika angka inflasi tinggi maka AS akan mempercepat kebijakan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan. Hal ini akan bertolak belakang dengan kebijakan Bank Sentral Jepang yang lebih mempertahankan suku bunga di angka rendah.

"Saat ini banyak pelaku pasar yang menyusun skenario bahwa Bank Sentral Jepang akan mengikuti kebijakan di AS," jelas Presiden FPG Securities, Koji Fukaya.

Kenaikan Suku The Fed

Persiapan Uang Tunai Bi
Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, pelemahan rupiah tersebut bukan suatu cerminan dari fundamental ekonomi Indonesia. Sebab, bukan hanya rupiah saja yang melemah, tapi juga mata uang negara lain.

"Negara-negara lain currency-nya menguat, kita menguat. Sekarang ada volatilitas temporer ya negara-negara lain juga ada pelemahan ya Indonesia juga currency-nya melemah sedikit," ujar dia pada 8 Februari 2018.

Dia menjelaskan, pelemahan rupiah tersebut merupakan efek dari rencana Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada Maret 2018. Sehingga pelemahan tersebut dinilai sebagai suatu hal yang wajar.

"Kalau kita sekarang ekspektasi Maret kenaikan (suku bunga The Feb) pertama di 2018, berarti volatilitas (nilai tukar) di Februari ini suatu hal yang normal saja," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya