Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia menetapkan struktur direksi dan dewan komisaris di perusahaan patungan (joint venture) antara PT Pertamina (Persero) dan perusahaan Rusia, Rosneft. Keputusan ini ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam RUPS Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRP&P) pada 6 Maret 2018 menetapkan Amir Siagian sebagai Direktur PT PRP&P, serta Alexander Dimitry sebagai Chief Financial Officer & General Support.
Advertisement
Baca Juga
Pada jajaran komisaris ditetapkan Alexander Tumanov sebagai Presiden Komisaris dari Rosneft, Alexander Zubchenko sebagai Komisaris, dan Gigih Prakoso sebagai Wakil Komisaris Utama, serta Gigih Wahyu Irianto sebagai Komisaris.
Amir mengatakan, penetapan jajaran direksi dan komisaris tersebut dilaksanakan setelah kurang lebih empat bulan setelah perusahaan patungan ini resmi didirikan pada 28 November 2017. Dalam RUPS dihadiri oleh Direktur PT KPI, Achmad Fathoni dan Ang Meng Hai Markus David sebagai Direktur Rosneft Singapore.
“Poin lainnya yang kita bahas dalam RUPS ini adalah kesepakatan untuk menentukan financial auditor yang dirasa sangat penting bagi kita. Salah satu kesepakatannya adalah di tahun pertama ini kita akan lakukan audit” kata Amir, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Pada momen tersebut, juga dilaksanakan penandatanganan akta penundukan diri atau deed of accession bahwa PT PRP&P menyanggupi dan berjanji kepada Rosneft Singapore dan PT KPI sebagai shareholders untuk melaksanakan kewajiban yang dinyatakan dalam perjanjian usaha patungan pada 5 Okober 2016, serta terkait penetapan auditor perseroan.
Amir menambahkan, Pertamina dan Rosneft telah menstrukturkan organisasi di PT PRP&P sesuai dengan tahapan proyek saat ini, yaitu tahapan pengembangan proyek. Saat ini sedang dalam proses persetujuan untuk selanjutnya dilakukan proses perekrutan mengisi posisi-posisi yang dibutuhkan, agar dapat melakukan kegiatan perusahaan terutama untuk kegiatan engineering yang akan dimulai pada tahun ini.
“Manfaat dibangunnya kilang NGRR Tuban ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kemandirian dan ketahanan energi” jelas Amir.
Untuk diketahui, Pertamina Rosneft membentuk perusahaan patungan untuk menggarap proyek pengelolaan minyak atau kilang minyak dan Petrokimia Tuban, yang dapat menghasikan Bahan Bakar Minyak (BBM) 300 ribu barel per hari (bph) dengan nilai investasi US$ 15 miliar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kilang Tuban Beroperasi, Impor BBM RI Bisa Berkurang 30 Persen
Jika fasilitas pengolahan minyak mentah ( kilang ) Tuban yang dibangun PT Pertamina (Persero) bersama Rosneft Oli Company telah beroperasi, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia akan berkurang sebanyak 30 persen.
Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, kilang Tuban memiliki kapasitas mengolah minyak sebanyak 300 ribu barel. Sebesar 80 persen dari minyak mentah yang diolah dari kilang tersebut akan menghasilkan BBM.
Hardadi melanjutkan, 80 persen produksi BBM dari kilang Tuban setara dengan 240 ribu barel. dengan begitu produksi BBM kilang tersebut dapat menutupi 30 persen impor BBM Indonesia yang saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari.
"Jadi kira-kira 240 ribu bph, impor akan berkurang sebesar itu. Jumlah tersebut setara dengan 30 persen impor BBM Indonesia," terang Hardadi.
Selanjutnya, 45 persen kilang tersebut akan menghasilkanBBM jenisgasoline atau sejenisPertamax dan Premium. Sedangkan 35 persen akan memproduksi diesel. Sisanya 20 persen akan memproduksi petrokimia.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menegaskan hasil produksi kilang tersebut seluruhnya akan diserap untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dia mengharapkan, setelah dilakukannya penandatanganan kerja sama dengan Rosneft, kilang Tuban dengan nilai investasi US$ 13 miliar tersebut diharapkan bisa selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.
"Time frame selesai pada 2022. Mail stone bankable pada 2016 ini dan di 2017 menyelesaikan pengadaan engineering sehingga 2018 bisa EPC dan 2021 kita harapkan onstream," kata Dwi.
Sebelumnya, Dwi juga pernah mengungkapkan ada enam alasan Pertamina menunjuk Rosneft untuk membangun kilang Tuban. Pertama adalah kehandalan pasokan minyak mentah dari 5,2 juta barel, sehingga menjamin kilang tersebut mendapat pasokan minyak. "Enam itu antara lain kemampuan memiliki sumber minyak mentah," kata Dwi.
Aspek berikutnya yang menjadi latar belakang Pertamina memilih Rosneft adalah kekuatan keuangan, Rosneft juga berpengalaman mengoperasikan kilang sehingga Pertamina tidak meragukan lagi.
Selain itu, lanjut Dwi, Ronseft juga sudah berpengalaman berinvestasi membangun kilang di luar negeri, dan berpengalaman membangun kilang sendiri dengan begitu membuktikan Rosneft memiliki teknologi untuk membangun kilang.
"Pengalaman membangun artinya dia menguasai teknologi dan yang ke enam adalah berdasarkan sejarah Rosneft sendiri," tutup Dwi.
Advertisement