Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menanggung kerugian sebesar Rp 3,9 triliun pada Januari-Februari 2018. Ini akibat menjual harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi yang harganya tidak disesuaikan pergerakan minyak dunia.
Direktur Pemasaran PT Pertamina M Iskandar mengatakan, Premium dan Solar subsidi yang ditetapkan sejak April 2016 sampai saat ini mengacu pada harga minyak dunia pada kisaran US$ 44 per barel, Sedangkan harga minyak dunia sudah berada di level US$ 60 per barel.
Pertamina menanggung kerugian lantaran tidak disesuaikan harga Premium dan Solar subsidi. Iskandar menyatakan, kerugian yang ditanggung Pertamina atas penyaluran Premium dan Solar subsidi tanpa ada penyesuaian harga mencapai Rp 3,9 triliun.
Advertisement
Baca Juga
"Kerugian biaya sampai Februari kita bicara 2018 secara formula potensial loss Januari - Februari Rp 3,9 triliun," kata Iskandar, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Iskandar mengungkapkan, kerugian tersebut sudah termasuk penyaluran Premium di luar wilayah penugasan atau Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Sedangkan jika hanya di wilayah penugasan luar Jamali kerugian mencapai Rp 3,49 triliun.
"Ini dari penugasan Premium dan Solar Subsidi Rp 3,49 triliun. Hanya 2 bulan saja Rp 3,49 triliun kalau tambah Premium Jamali Rp 3,9 triliun, " ujar dia.
Iskandar menuturkan, kerugian Pertamina diperkirakan dapat mencapai Rp 24 triliun. Kondisi itu terjadi jika harga Premium dan Solar bersubsidi tidak disesuaikan sampai akhir tahun dengan kondisi harga minyak dunia tidak bergerak dari level US$ 60 per barel,
"Sampai Desember tidak ada penurunan harga crude. Kalau tambah Lebaran 5-7 persen karena masa satgas, sekitar Rp 24 triliun kurang lebih," ujar dia.
Kebijakan Penyaluran BBM Pemerintah Bikin Bos Pertamina Bingung
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mengalami kebingungan atas kebijakan pemerintah, terkait penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan standar Euro 4. Pasalnya, ada kebijakan yang berbenturan.
Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik mengatakan, Pertamina masih mendapat penugasan menyalurkan BBM kadar Research Octane Number (RON) 88 dengan standar Euro 2.
Sementara di sisi lain Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menginstruksikan penyaluran BBM dengan standar EURO 4. Kondisi ini membuat Pertamina mengalami kebingunan.
"BBM penugasan Premium standar RON 88 Euro 2. Sementara Permen KLHK Euro 4, ini membingungkan kita melaksanakan tugas ini," kata Elia Massa saat rapat dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin 19 Maret 2018.
Elia Massa melanjutkan, kebingungan Pertamina bertambah pada pelaksanan perhelatan olahraga tingkat Asia, yakni Asian Games 2018. Ada ketentuan kota yang melaksanakan Asian Games yaitu Jakarta, Bandung dan Palembang harus menggunakan BBM Euro 4.
"Asian Games di kota Jakarta, Palembang, dan Bandung segera menetapkan Euro 4," tutur Massa.
Elia Massa pun menginginkan, pemerintah kompak dalam menetapkan peraturan terkait kuaitas BBM yang ditetapkan. Pasalnya, saat ini terjadi benturan dalam penetapan kualitas BBM.
"Pertamina ingin ada komitmen. Di satu sisi masih minta Premium, tapi di satu sisi lain mendorong Euro 4, tahun ini Asian Games. Sebaiknya sama-sama mengaturnya supaya ada satu kesamaan," ungkapnya.
Menurutnya, saat ini sebenarnya Pertamina sudah menyiapkan produk BBM dengan standar Euro 4 dan fasilitas pengolahan minyak mentah (kilang) program Langit Biru Cilacap yang memproduksi BBM berkualitas Euro 4.
"Pertamina merespons keinginan pemerintah menggunakan BBM kualitas lebih tinggi, dengan kilang Langit Biru Cilacap," tandas Elia Massa.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement