Pemerintah Campur Tangan Harga Pertamax Cs, Pertamina Bakal Rugi?

Pertamina mengaku pasrah atas rencana kebijakan penetapan kenaikan harga BBM non subsidi yang harus mendapat persetujuan pemerintah

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Apr 2018, 18:00 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2018, 18:00 WIB
Pertamina Beri Diskon Khusus Pemudik
Pemotor mengisi BBM di SPBU Pertamina, Jakarta, Kamis (15/6). Mulai tanggal 18 Juni-24 Juli, harga Pertamax menjadi Rp.8000 8000 yang berlaku di SPBU bertanda khusus yang tersebar di jalur mudik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengaku pasrah atas rencana kebijakan penetapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM non subsidi yang harus mendapat persetujuan pemerintah. Hal ini dilakukan pemerintah untuk mengendalikan inflasi. 

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengatakan, saat ini Pertamina memberikan respons positif terhadap rencana kebijakan pemerintah tersebut. 

‎"Kita respon positif dulu deh," kata Iskandar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

Menurut Iskandar, Pertamina belum bisa memastikan dampak penerapan kebijakan tersebut. Tapi dia memperkirakan, kegiatan pengembangan bisnis perusahaan akan mengalami gangguan.

"Belum tahu. Pasti (terganggu), tapi nominal segala macamnya belum ngitung," ujarnya.

Iskandar melanjutkan, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina akan mengikuti kebijakan Pemerintah. Jika mengalami kerugian atas kebijakan tersebut, jajarannya akan melaporkan ke pemerintah untuk mengajukan permohonan kenaikan harga. Namun, jika tidak dikabulkan, maka Pertamina akan pasrah mengikuti keputusan pemerintah.

‎"Ya intinya kalau Pertamina rugi tinggal lapor minta izin naik. Kalau tidak disetujui‎, ya sudah harus nanggung kerugian wong duit negara," tandasnya.

Kenaikan Harga BBM Non Subsidi Harus Dapat Izin Pemerintah

20160315-Hore, Harga BBM Pertamina Turun Rp 200 Per Liter-Jakarta
Petugas mengisi BBM pada sebuah mobil di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (1/3). Pertamina menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) umum Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Pertalite Rp 200 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ‎akan mengeluarkan kebijakan baru terkait penetapan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Ke depan, jika lembaga penyalur BBM akan menaikkan harga BBM non subsidi harus melalui persetujuan pemerintah.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan menyangkut penetapan harga BBM non subsidi dengan mempertimbangkan angka inflasi dan daya beli masyarakat.

"Menyangkut Jenis BBM Umum (non subsidi), arahan Bapak Presiden mengenai kenaikan harga harus mempertimbangkan inflasi ke depan," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (9/4/2018).

Saat ini pemerintah tengah fokus meredam gejolak inflasi. Selama ini memang salah satu pemicu tingginya angka inflasi adalah kenaikan harga BBM non subsidi.

"Pemerintah sangat memperhatikan laju inflasikalau terjadi kenaikan harga BBM jenis Pertamax, Pertalite dan lain-lain,"" tuturnya.

‎Sekretaris Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Susyanto mengungkapkan pun menambahkan, dengan latar belakang tersebut maka sebelum lembaga penyalur BBM menaikkan harga BBM non subsidi harus mendapat persetujuan pemerinah.

"Memang sesuai keputusan MK itu pemerintah harus tahu persis, setiap ada kenaikan wajib disetujui pemerintah," ujarnya.

Kecuali Avtur

20151211-Avtur Pertamina
(Istimewa)

Arcandra menambahkan,‎ kebijakan tersebut berlaku untuk semua perusahaan yang menjalankan bisnis penjualan BBM non subsidi di Indonesia, kecuai avtur dan sektor industri. Yaitu PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, PT Total Oil Indonesia, PT AKR Koorporindo, dan PT Vivo Energi Indonesia.

"Menyangkut ‎kenaikan Jenis Bahan Bakar Umum (non subsidi), avtur dan industri tidak masuk. Ini berlaku seluruh termasuk Shell, AKR, Tota dan Vivo," ujarnya.

Untuk menerapkan kebijakan ini, dalam waktu dekat akan diterbitkan Peraturan Menteri ESDM, waktu pembelakukanya sesuai dengan diundangkanya payung hukum tersebut.

"Akan ada Peraturan Menteri, targetnya secepatnya keluar. Sebelum Permen diundangkan, maka kita akan sosiasiaiskan sehinga tidak ada gap waktu," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya