Khawatir Monopoli, Grab dan Uber Terancam Cerai di Singapura

Persatuan Grab dan Uber ditakuti menyebabkan monopoli dan merusak persaingan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Jul 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2018, 17:00 WIB
Grab
Aksi protes driver grab di Kantor Grab Kendari, Kamis (24/5/2018) menuntut perubahan jumlah bonus.

Liputan6.com, Jakarta - Di samping mengembangkan dompet virtual dan layanan mereka, Grab sekarang sedang sibuk merajai transportasi ride-sharing di seantero Asia Tenggara. Salah satu caranya adalah dengan melakukan akuisisi dengan Uber.

Masalahnya, di beberapa negara seperti Singapura dan Vietnam, Grab berpotensi menjadi satu-satunya pemain transportasi online, sehingga dikhawatirkan adanya monopoli harga.

Akhirnya muncul pihak yang ingin membatalkan akuisisi mereka dengan Uber, salah satunya Komisi Persaingan dan Komisi Singapura (Competition and Consumer Commission of Singapore, CCCS).

Dilansir Straits Time, Jumat (6/7/2018), CCCS menganggap akuisisi Grab-Uber dapat menurunkan kompetisi dalam layanan transportasi di Singapura. Lebih lanjut, CCCS melihat adanya persaingan dipersulit berkat jaringan kuat, terutama yang dimiliki Grab.

"CCCS juga memandang bahwa ada hambatan tinggi terhadap masuknya dan ekspansi terhadap platform ride-hailing akibat adanya efek jaringan yang kuat," tulis pernyatan CCCS.

Dijelaskan, Grab memiliki obligasi eksklusif (exclusivity obligation) dengan para perusahaan taksi dan rental mobil, serta beberapa sopirnya.

"Tanpa adanya intervensi dari CCCS, hal itu akan berlanjut menghalangi potensi pesaing untuk mengakses sopir dan kendaraan," tulis CCCS.

CCCS pun meminta agar Grab memutuskan obligasi ekslusif mereka agar ada lebih banyak opsi untuk sopir dan penumpang. Uber juga dilarang untuk menjual Lion City Rentals (perusahaan rental mobil) kepada Grab.

Grab sendiri sudah angkat bicara mengenai hal ini. Mereka menentang kesimpulan yang diambil CCCTS.

"Kami telah melakukan akuisisi secara legal dan sesuai kepatuhan penuh dengan hukum persaingan yang diterapkan Singapura," ujar seorang juru bicara Grab.

Pihak Grab turut menyayangkan CCCS yang mereka anggap melebihi kapasitas mereka dan melawan regulasi pro-inovasi dan pro-bisnis di Singapura.

Vietnam Juga Menolak

Uber Diakuisisi Grab, Mantan Driver Pindah Massal ke Go-Jek
Sejumlah driver Uber mengantre untuk mendaftar menjadi pengemudi Go-Jek di kantor cabang Gunung Sahari, Jakarta, Minggu (1/4). Pasca diakuisisi oleh Grab, ratusan mantan driver Uber mendaftarkan diri menjadi mitra Go-Jek. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Akuisisi Grab terhadap Uber di Asia Tenggara ternyata menyisakan tanda tanya besar bagi pemerintah Vietnam. Kementerian Perdagangan Vietnam, belum lama ini mengumumkan akan mengadakan investigasi formal terhadap aksi korporasi tersebut.

Adapun alasan mengapa Vietnam ingin mengusut akuisisi ini tak lain karena pemerintah menilai kesepakatan tersebut dianggap memicu potensi pelanggaran hukum kompetisi bisnis.

"Berdasarkan hasil investigasi awal, konsentrasi ekonomi antara Grab dan Uber di Vietnam memiliki pangsa pasar lebih dari 50 persen," ujar perwakilan Kementerian Perdagangan Vietnam sebagaimana dilansir Reuters.

Kementerian Perdagangan Vietnam sayangnya tidak mengungkap kapan mereka akan melakukan investigasi tersebut. Yang pasti, pihaknya akan bekerjasama dengan perusahaan, asosiasi, serta otoritas pemerintahan yang berhubungan soal potensi pelanggaran konsentrasi ekonomi.

Sebetulnya, investigasi di Vietnam mengikuti upaya yang sudah dilakukan di negara Asia Tenggara lain, seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Filipina.

Negara-negara ini khawatir akan besarnya pangsa pasar Grab, yang bisa saja bakal merusak kompetisi dan menciptakan monopoli bisnis setelah akuisisi berlangsung.

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya