Pemerintah Harus Pikirkan Nasib Pekerja saat Revolusi Industri 4.0 Berjalan

etiap revolusi industri akan membawa dampak pada tenaga kerja. Pasalnya peran manusia sebagai tenaga kerja akan tergantikan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Jul 2018, 13:14 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2018, 13:14 WIB
Ilustrasi industri 4.0
Ilustrasi industri 4.0 (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diingatkan untuk memikirkan nasib pekerja ketika revolusi industri 4.0 mulai terlaksana. Hal ini untuk menghindari meningkatnya jumlah pengangguran.

Ketua DPP Golkar Bidang Ekonomi Arche Harahap mengatakan, ‎setiap revolusi industri akan membawa dampak pada tenaga kerja. Pasalnya peran manusia sebagai tenaga kerja akan tergantikan.

"Impact-nya shifting job. Contoh revolusi industri, sebelumnya ada 10 petani dengan adanya traktor yang dibutuhkan tinggal tiga petani ketika ada teraktor petani banyak beralih ke industri," kata Arche, dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (7/7/2018).

Menurut Arche, peralihan tenaga kerja atas penerapan revolusi industri 4.0 harus di antisipasi, dengan menyediakan lapangan kerja peralihannya. Bila tidak ada solusi dikhawatirkan bisa menciptakan masalah besar.

"Menurut kami adalah shifting job harus digaris bawahi, ‎shifting job akan jadi masalah nyata,"tutur Arche.

Dia mengungkapkan, saat ini pergantian peran manusia oleh program digital telah terjadi. Sebagi contoh, pada sistem pembayaran digital pada transportasi berbasis online‎. Jika dilihat kedepannya penggunaan sistem digital akan berkembang  sektor lain.

"Itu Gopay menurut kami bank, karyawan Gopay siapa? Nggak ada, bank konvensional akan terdampak segera," dia menandaskan.

 

Masuki Industri 4.0, Perusahaan Harus Gandeng Sekolah Kejuruan

Ilustrasi industri 4.0
Ilustrasi industri 4.0 (iStockPhoto)

Dunia industri Indonesia memasuki era baru yang disebut Revolusi Industri 4.0. Hal ini dimulai sejak Presiden Joko Widodo meresmikan peta jalan (roadmap) yang disebut Making Indonesia 4.0.

Lewat peta jalan itu, Presiden berharap sektor industri 4.0 bisa menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru yang berbasis teknologi.

Direktur Jenderal Ketahanan Industri dan Pengembangan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengungkapkan, dalam mengimplementasikan industri generasi keempat, Kementerian Perindustrian telah menerapkan sistem kurikulum berbasis kompetensi serta tersambung dan sesuai (link and match) dengan industri.

Upaya ini diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan profesional sesuai kebutuhan di dunia kerja saat ini.

"Masalahnya adalah SDM. Oleh karenanya apa yang sudah dilakukan Kemenperin?. Mereka sudah mencanangkan link and match. Industri itu harus mempunyai partner Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)," kata Putu di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (7/7/2018).

Putu menilai, adanya program link and match membuat para lulusan SMK akan lebih siap dalam menghadapi era industri 4.0.

"Tapi paling penting sekarang SMK. Tenaga kerja terampil yang bisa membuat produksi itu efisien itu berasal dari SMK," imbuh dia.

"Sehingga dengan program itu anak yang lulus mendapatkan dua sertifikat ijazah. Ijazah pertama pada umumnya, kedua kompetensi industrinya. Dia dapat sertifikat kompetensi tergantung dari kelasnya. Semua ada kompetensi sehingga ke depan kita bisa antisipasi jauh-jauh," sambung Putu.

Kendati demikian, pada pelaksanaannya kata Putu, pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Namun perlu diikuti juga oleh peran kementerian/lembaga terkait lainnya.

"Kita harus mempunyai visi yang sama (dengan kementerian terkait) dalam menghadapi perubahan ini khusus di era 4.0 kami juga mengharapkan sehingga visinya sama," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya