Defisit Transaksi Berjalan Bakal Melebar, Ini Tanggapan Kepala Bappenas

Bank Indonesia prediksi defisit neraca transaksi berjalan bakal capai lebih dari USD 25 miliar pada 2018.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Jul 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2018, 10:00 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Nelayan berlayar saat aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menanggapi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada 2018 yang diprediksi mencapai lebih dari USD 25 miliar.

Bambang Brodjonegoro menilai, hal itu salah satunya disebabkan oleh kegiatan impor yang lebih besar daripada ekspor sehingga berdampak terhadap sisi neraca perdagangan (trade balance).

"Iya, karena utamanya lebih kepada pelemahannya. Kemudian faktor ekspor, impornya terutama, juga membuat selisih di trade balance memberi tekanan ke neraca jasa," kata dia di Jakarta, seperti dikutip Kamis (26/7/2018).

Seperti diketahui, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meramalkan CAD tahun ini kemungkinan dapat berada di atas USD 25 miliar. Angka itu membengkak dibanding defisit transaksi berjalan pada 2017, yakni sebesar USD 17,5 miliar.

Lebih lanjut, Bambang pun mengingatkan, penilaian terkait defisit transaksi berjalan tersebut turut menghitung dampak pembayaran dividen dari penanaman modal asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang ada di Indonesia maupun tingkat bunga (Interest Rate) bagi yang melakukan pinjaman ke luar negeri.

"Dengan pergerakan ini tentunya ada kenaikan tingkat bunga, interest naik. Sedangkan dividen tetap akan keluar kalau FDI yang ada di Indonesia memang punya profit," ujar dia.

 

BI: Defisit Transaksi Berjalan Bakal Lebih dari USD 25 Miliar

20151110-Ekspor-Impor-Jakarta-FF
Aktivitas bongkar muat peti kemas di JICT, Tanjung Priok, Jakarta (10/11). Badan Pusat Statistik menyebutkan kinerja ekspor Indonesia pada kuartal III 2015 minus 0,69 persen dan impor minus 6,11 persen dibanding tahun lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit/CAD) Indonesia diperkirakan melebar pada 2018 dibandingkan 2017. Melebarnya neraca transaksi berjalan ini tidak terlepas dari berbagai sentimen global yang terus muncul pada 2018.

Bank Indonesia (BI) menjelaskan, defisit neraca transaksi berjalan ini sebesar USD 20 miliar pada 2017. Meski defisit, angka itu masih tidak lebih dari tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Defisit tahun lalu USD 20 miliar dan tahun ini mungkin lebih dari USD 25 miliar. Itu juga di bawah 3 persen (PDB)," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara di DPR RI, Rabu 25 Juli 2018.

Untuk membiayai defisit neraca transaksi berjalan ini, Mirza menuturkan, butuh modal masuk. Perhatian BI untuk jangka pendek ini adalah modal masuk terutama ke portofolio. Itulah, menurut Mirza, yang menjadi alasan BI mereaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang sudah dilelang pada Senin lalu.

"Selama ini bank pakai SDBI, sekarang BI buka SBI. SBI ini boleh dibeli asing sementara SDBI tidak boleh. Jadi, harapannya dengan begitu seminggu kemudian bank itu jual ke investor asing. Ada instrumen lain yang kami sediakan untuk investor masuk ke Indonesia," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya