Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan akan terus menjaga pertumbuhan ekonomi dalam tren meningkat. Meski banyak tantangan muncul di tengah ketidakstabilan kondisi ekonomi global.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas lima persen merupakan salah satu yang terbaik di antara negara-negara di kawasan ASEAN lain. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan tersebut.
"Kita lihat dari South East Asia seperti Vietnam, Kamboja dia pertumbuhannya seperti apa. Kalau Indonesia negara paling besar di ASEAN," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengungkapkan, agar pertumbuhan ekonomi bisa terus berada di atas 5 persen, pemerintah akan terus berupaya menjaga komponen-komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi, seperti konsumsi masyarakat.
"Untuk bisa menjaga pertumbuhan di atas 5 persen di dalam situasi perekonomian global yang sangat dinamis, kita akan terus menjaga dari komponen pertumbuhan ekonominya, konsumsi, daya belinya kita jaga, investasi, pertumbuhan kreditnya sudah di atas 10 persen. Itu berarti positif," ujar dia.
Selain itu, Sri Mulyani juga berharap pasar dan pihak swasta terus bisa memberikan dukungan terhadap ekonomi nasional dengan menanamkan modalnya di Indonesia.
"Kita juga berharap bahwa dari capital market juga memberikan confindence sehingga korporasi juga bisa memberikan pembiayaan. Kemudian dari ekspor sudah cukup tinggi tapi impornya meningkat jadi kita jaga supaya external balance tidak terlalu negatif. Jadi kita akan tetap fokus apa yang menjadi pertumbuhan di Indonesia dan itu kita perbaiki," kata dia.
Ekonomi RI Bakal Tumbuh 5,2 Persen pada 2018
Sebelumnya, Center of Reform on Economy (Core) Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2018 sebesar 5,1 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2018 hanya akan mencapai kisaran 5,2 persen.
"Dalam CORE Economic Outlook 2018 yang dirilis bulan November tahun lalu, CORE telah memprediksikan bahwa ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh 5,1 hingga 5,2 persen, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,4 persen," ujar Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, dalam "CORE Mid-year Review 2018", di Hong Kong Cafe, Jakarta, Selasa 31 Juli 2018.
Dia menjelaskan, hingga semester I 2018, upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang Iebih tinggi pada 2018 mendapat tantangan yang semakin berat akibat meningkatnya tekanan eksternal.
"Selain kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar rupiah akibat penaikan suku bunga acuan the Fed, perang dagang yang mengalami eskalasi akhir-akhir ini menjadi tantangan baru di tahun ini," kata dia.
Di dalam negeri, konsumsi swasta yang mengalami perlambatan selama hampir dua tahun sebenarnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada kuartal kedua tahun ini.
"Selama dua tahun (pertumbuhan konsumsi) di bawah 5 persen. Pada kuartal kedua lebih cepat dari kuartal I 2018, juga lebih cepat kuartal yang sama di tahun lalu," ujar dia.
Sejalan dengan membaiknya permintaan domestik, industri manufaktur juga mulai melakukan ekspansi signifikan sepanjang paruh pertama tahun ini. Meski demikian, dorongan pertumbuhan ekonomi dari dalam negeri tertahan oleh gejolak global.
"Dampaknya sudah terlihat dari kinerja neraca perdagangan kembali jatuh defisit di paruh pertama tahun ini, serta pergerakan nilai tukar rupiah yang semakin liar akhir-akhir ini," ujar dia.
Sementara itu, investasi yang menjadi salah satu motor pertumbuhan utama juga berpotensi melambat akibat tekanan eksternal dan ketidakpastian menjelang tahun politik.
Di sisi lain, pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan kenaikan harga minyak memberikan efek positif terhadap penerimaan pemerintah.
"Windfall ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui belanja yang lebih berkualitas dan pengelolaan risiko fiskal, termasuk di antaranya pengelolaan utang," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement