Pasok Gas Tak Sesuai Komitmen, PGN Bakal Gugat Petronas ke Arbitrase

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan mengajukan gugatan arbitrase kepada Petronas Carigali Muriah Ltd.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Agu 2018, 19:30 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2018, 19:30 WIB
Dok Foto: Humas PGN
Dok Foto: Humas PGN

Liputan6.com, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara  Tbk (PGN) akan mengajukan gugatan arbitrase kepada Petronas Carigali Muriah Ltd (PCML) di International Chambers of Commerce (ICC) di Hong Kong. Gugatan itu terjadi karena memasok gas tidak sesuai dengan komitmen. 

Sekretaris Perusahaan PT Kalimantan Jawa Gas (KJG), Toto Yulianto mengatakan, permohonan arbitrase akan disodorkan konsultan hukum yang ditunjuk PT Kalimantan Jawa Gas (KJG), cucu usaha PGN selaku operator ruas pipa transmisi Kalimantan-Jawa (Kalija).

‎Dia menjelaskan, perusahaannya mendapat mandat dari pemegang saham untuk membangun dan mengalirkan gas Lapangan Kepodang milik PCML menuju onshore receiving facilities (ORF).

Kemudian unit bisnis pembangkit Indonesia Power-PT PLN (Persero) di Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah selaku pembeli. 

"KJG sendiri merupakan perusahaan joint venture antara PT Permata Graha Nusantara (anak usaha PGN) dan PT Bakrie and Brothers (BNBR) dengan komposisi kepemilikan saham 80:20 persen," kata Toto, di Jakarta, Rabu (‎1/8/2018).

Ia menuturkan, selama tiga tahun terakhir sejak lapangan Kepodang mengalirkan gas, realisasi penyaluran gas melalui pipa transmisi Kalija berada di bawah komitmen volume yang disepakati dalam perjanjian jual beli gas Gas Transportation Agreement (GTA) sebesar 116 MMSCFD untuk jangka waktu selama 12 tahun. 

Rinciannya, pada periode 22 Agustus sampai 31 Desember 2015, PCML hanya mampu mengirimkan gas sebanyak 86,06 MMSCFD.

Jumlah gas yang dipasok meningkat sedikit menjadi 90,37 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2016. Lalu turun lagi menjadi 75,64 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2017.

Realisasi pengiriman gas yang tidak sampai 90 persen dari kesepakatan GTA memiliki konsekuensi hukum yang harus ditanggung para pihak pembuat perjanjian.

Ia mengungkapkan, dalam satu tahun volume gas yang diserahkan oleh shipper berdasarkan pengukuran dan perhitungan di titik terima kurang dari 90 persen dari adjusted gas capacity akibat kesalahan shipper, maka shipper akan dikenakan kewajiban ship or pay (SOP).

Dalam hal ini yang berperan sebagai shipper atau pengguna pipa adalah Petronas. Sementara KJG sebagai transporter pemilik pipa dan PLN sebagai offtaker atau pembeli dirugikan, dengan ketidak mampuan PCML menyediakan gas sesuai kesepakatan. 

"Kami dirugikan karena sudah membangun pipa, sementara PLN dirugikan karena produksi listriknya terganggu akibat pasokan gasnya kurang," tutur Toto.

"Berdasarkan perhitungan yang dilakukan KJG, PLN, dan PCML, nominal SOP yang timbul akibat pasokan gas yang kurang tersebut sebesar USD 8,8 juta pada 2016. Sementara pada 2017, berdasarkan perhitungan yang kami lakukan jumlah SOP yang timbul sebesar USD 20,6 juta. Jadi total SOP yang harus dibayarkan PCML adalah sebesar USD 29,4 juta," tambah dia.

Toto menuturkan, pihaknya sudah beritikad baik untuk merundingkan pembayaran SOP 2016 dengan pihak PCML. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan surat agar PCML meneken berita acara SOP. Namun, sampai saat ini manajemen PCML belum menandatangani berita acara tersebut.

Pihak KJG melihat ada itikad tidak baik dari PCML untuk menyelesaikan kewajiban SOP dan oleh karena itu, KJG menyatakan dispute atau perselisihan. 

"Itu pun tidak diindahkan oleh PCML, sampai akhirnya kami meminta bantuan mediasi dari BPH Migas seperti amanat GTA. BPH Migas mengusahakan untuk pembahasan  dispute, namun PCML juga tidak datang," ujar dia.

Melihat gelagat tersebut, KJG kemudian memutuskan untuk menyelesaikan perselisihan pembayaran SOP melalui arbitrase sesuai kesepakatan yang ada.

"Kami sudah menunjuk konsultan hukum yang akan mewakili KJG untuk mengajukan gugatan arbitrase kepada PCML di arbitrase Hong Kong. Rencananya gugatan akan kami daftarkan akhir Juli 2018," ujar Toto.

 

PGN Tambah Pasokan Gas ke Area Jawa Timur

PGN telah berhasil menyalurkan gas bumi kepada PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera (BKMS), pengelola kawasan JIIPE di Manyar Gresik.
PGN telah berhasil menyalurkan gas bumi kepada PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera (BKMS), pengelola kawasan JIIPE di Manyar Gresik.

Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk menambah pasokan listrik di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Tambahan pasokan gas tersebut untuk memenuhi kebutuhan dari pabrik tali sepatu PT Rajawali Cakra Sakti dengan volume 10 ribu–15 ribu m3.

Sales Area Head PGN Pasuruan, Agus Mustofa Hadi, mengatakan, PGN menunjukkan komitmen kuat untuk memperluas penyaluran gas bumi di seluruh Jawa Timur, termasuk di wilayah Pasuruan.

PGN telah melakukan dan mengoptimalkan survei pemetaan potensi calon pelanggan di sekitar jaringan pipa gas existing. Selain itu, PGN juga melakukan pembiayaan investasi dengan skema swadaya (sharing investasi) dengan calon pelanggan yang tidak layak secara perhitungan investasi oleh PGN.

“Kami juga aktif berkomunikasi dengan pengelola kawasan industri dan instansi pemerintah. Ini merupakan komitmen PGN untuk terus memperluas penyaluran kepada masyarakat dan industri di seluruh Jawa Timur,” kata Agus, di Jakarta, Rabu 25 Juli 2018.

PT Rajawali Cakra Sakti terkontrak menggunakan gas bumi PGN dengan volume awal sebesar 10 ribu hingga 15 ribu m3. Tahun depan, volume pemakaian tersebut dapat naik dua kali lipat dengan rencana pengembangan usaha, yaitu pencucian kain bahan baku pembuatan sepatu dan sandal.

Direktur Utama PT Rajawali Cakra Sakti, Randy Firmansyah, mengaku gembira dengan mulai tersalurkannya gas bumi ini. Itu karena dengan beralihnya penggunaan batu bara ke gas bumi telah memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Selain ramah lingkungan, ia mengaku juga diuntungkan dengan peningkatan volume produksi sebesar 15 persen. Saat ini, perusahaan tersebut secara bekelanjutan telah memproduksi tali sepatu sebesar 50 ton per bulan. Hasil produksi itu sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan pabrik alas kaki merk Ando.

Selain itu, perusahaannya kini tidak memerlukan tempat lagi untuk penyimpanan seperti ketika ia menggunakan batu bara.

“Walaupun harga sama, secara value memberikan dampak kenaikan sebesar 15 persen. Apalagi bahan bakar ini sangat ramah lingkungan, berbeda dengan batu bara. Di samping itu, kami juga belum menemui kesulitan dalam penggunaannya, karena kami dibantu tim dari PGN. Gas ini kami gunakan untuk pewarnaan benang,” papar Randy.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya