Pemerintah Minta Pertamina Segera Investasi di Blok Rokan

Melakukan investasi di awal sebelum resmi menjadi operator blok migas sudah pernah dilakukan oleh Pertamina.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Agu 2018, 10:19 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2018, 10:19 WIB
ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PT Pertamina (Persero) untuk berinvestasi lebih awal di Blok Minyak dan Gas (Migas) Rokan, sebelum resmi menjadi operator blok tersebut. Pertamina mendapat hak mengelola Blok Rokan pada 2021. 

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, Pertamina bisa berpartisipasi dalam mengelola Blok Rokan‎, sebelum masa kontrak Chevron Pacific Indonesia sebagai operator saat ini habis pada 2021.

"Iya sudah bisa ngebor dia," kata Djoko, di Jakarta, Rabu (8/8/2018).

Menurut Djoko, ‎melakukan investasi di awal sebelum resmi menjadi operator blok migas sudah pernah dilakukan oleh Pertamina. Saat mendapat hak pengelolaan Blok Mahakam, Pertamina juga langsung melakukan investasi meskipun kontrak Total E&P sebagai pengelola sebelumnya belum berakhir. 

‎"Jadi nanti Pertamina yang bayar investasi, seperti saat di Blok Mahakam kemarin. Saat itu Pertamina ikut Work Program and Budget (WP&B) dulu. Jadi sekarang di Rokan juga sudah bisa," tuturnya.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan, tujuan Pertamina melakukan investasi di awal sebelum kontrak operator saat ini habis untuk menjaga tingkat produksi minyak di Blok Rokan.

Dengan begitu, ketika Pertamina resmi‎ mengelola Blok Rokan pada 2021 maka produksi minyak stabil. "Secepatnya, karena biar tingkat produksinya enggak turun," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keuangan Pertamina Dipastikan Tetap Sehat

Gedung Pertamina
langit biru pertamina

Sebelumnya, Pertamina secara resmi mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengambil alih blok minyak dan gas Rokan di Riau dari genggaman PT Chevron Pacific Indonesia.

Proposal yang diajukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor migas tersebut mengungguli proposal yang diajukan Chevron Pacific Indonesia. Pertamina akan menjadi operator Blok Rokan dari 2021 sampai 2041.

Untuk memgelola blok minyak yang memiliki potensi produksi hingga 1,5 miliar barel per tahun ini, Pertamina menyatakan membutuhkan biaya USD 72 miliar. Dengan dana itu, bagaimana kondisi keuangan Pertamina? 

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno memastikan kondisi keuangan Pertamina tetap sehat.

"Ya kan itu nanti masih lama, masih tahun 2021 dan nggak sekaligus ya. Jadi ya tidak ada masalah (kondisi keuangan Pertamina)," kata Harry di Kementerian BUMN pada Kamis 2 Agustus 2018.

Untuk diketahui, saat ini Blok Rokan dikelola Chevron Pacific Indonesia. Kontrak perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut habis pada 2021 nanti. Chevron telah mengeruk minyak dari Blok Rokan sejak 1971 atau sekitar 47 tahun.

Blok Rokan merupakan ‎produsen minyak terbesar di Indonesia dengan cadangan 500 juta sampai 1,5 miliar barel setara minyak.

Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) produksi minyak siap jual Rokan selama semester I 2018 sebesar 771 ribu barel per hari, porsi produksi Rokan mencapai mencapai 207.148 barel.

Sebelumnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan, pemerintah memilih Pertamina bukan berdasarkan emosi. Namun, Pertamina dalam proposalnya menjanjikan beberapa hal yang menguntungkan negara. Dengan mekanisme bagi hasil migas gross split, negara akan mendapat porsi 48 persen.

"Sebanyak 48 persen ke pemerintah, split variabel banyak sekali lapangannya setiap lapangan beda-beda. Ada 104 lapangan," tutur dia.

Arcandra melanjutkan, setelah memenangi Blok Rokan, ‎negara juga mendapatkan bonus tanda tangan USD 784 juta atau sekitar Rp 11,3 triliun.

Sementara potensi pendapatan negara dari kegiatan produksi selama 20 tahun sejak 2021 sebesar USD 57 miliar atau Rp 825 triliun dan komitmen kerja pasti USD 500 juta atau Rp 7,2 triliun. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya