Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak melemah pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) karena terbebanni penguatan dolar AS. Pendorong kenaikan nilai tukar dolar AS adalah kekhawatiran investor akan krisis keuangan di Turki.
Mengutip Reuters, Rabu (15/8/2018), harga minyak mentah Brent merosot 15 sen dan menetap di USD 72,46 per barel. Sementara minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun 16 sen dan ditutup pada angka USD 67,04 per barel.
Di pasar berjangka, harga minyak juga mengalami tekanan setelah American Petroleum Institute mengumumkan data bahwa stok minyak mentah di AS mengalami kenaikan 3,7 juta barel pada pekan lalu.
Advertisement
Baca Juga
Angka tersebut sangat berkebalikan dengan prediksi analis. Sebelumnya pada analis memperkirakan bahwa stok minyak mentah AS akan mengalami penurunan 2,5 juta barel.
Pada awal perdagangan Selasa, harga minyak sebenarnya sempat naik karena didukung oleh keuntungan di pasar saham. Namun kemudian mengalami tekanan setelah nilai tukar dolar AS mengentuh level tertinggi sejak akhir Juni 2017.
"Biasanya ketika dolar AS mulai menguat harga minyak mengalami tekanan. Penguatan dolar AS ini karena kekhawatiran akan krisis di Turki," jelas analis American Petroleum Institute, Phil Flynn.
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perdagangan Sebelumnya
Pada perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak turun setelah data menunjukkan persediaan di hub pengiriman minyak mentah AS naik dalam seminggu terakhir.
Hal ini menambah kekhawatiran bahwa pasar negara berkembang yang sedang bermasalah dan ketegangan perdagangan akan mengurangi prospek permintaan bahan bakar.
Harga turun pada awal sesi sebesar lebih dari USD 1 per barel setelah persediaan di Cushing, Oklahoma, pusat pengiriman untuk WTI naik sekitar 1,7 juta barel dalam seminggu hingga 10 Agustus, kata para pedagang, mengutip data dari firma intelijen pasar Genscape.
Krisis keuangan Turki telah meningkatkan risiko penularan di seluruh negara berkembang, menyeret turunnya rand Afrika Selatan, peso Argentina dan Meksiko dan rubel Rusia. Hal ini juga merusak saham pasar yang sedang tumbuh sementara membatasi pertumbuhan dan prospek permintaan minyak.
Itu adalah perpaduan kekhawatiran bahwa perang dagang yang mendalam antara Amerika Serikat, China dan Uni Eropa akan menekan aktivitas bisnis di ekonomi terbesar dunia.
Turki adalah konsumen minyak yang relatif kecil, terhitung kurang dari 1 juta barel per hari (bpd), atau sekitar 1 persen dari permintaan global.
Advertisement