Jaga Defisit, BI Dongkrak Suku Bunga Acuan Jadi 5,5 Persen

BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga daya tarik pasar di Indonesia.

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Agu 2018, 14:41 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2018, 14:41 WIB
Bank Indonesia
Bank Indonesia (ROMEO GACAD / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50 persen. 

"Rapat Dewan Gubernur BI pada 14-15 Agustus 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-day repo rate sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, di Kantor BI, Jakarta, Kamis (15/8/2018).

Perry mengungkapkan keputusan menaikkan suku bunga acuan adalah untuk menjaga daya tarik pasar di Indonesia.

Selain itu, kenaikan tersebut juga bertujuan untuk menjaga defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD).

Sebagai informasi, CAD saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018 tercatat sebesar USD 8 miliar. 

Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

"Kebijakan tersebut konsisten untuk mempertahankan daya tarik pasar domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas aman," ujar dia.

Selain itu, lending facility rate menjadi 6,25 persen dan deposit rate jadi 4,75 persen yang diputuskan dari hasil pertemuan BI dalam dua hari ini.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Prediksi Ekonom

Suku Bank Bank
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Bank Indonesia (BI) diprediksi menaikkan suku bunga acuan sekitar 25 basis poin menjadi 5,5 persen. Hal tersebut untuk meredam volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) imbas krisis Turki.

"Tekanan dari Turki cukup berat di pasar keuangan regional. Sejak akhir Juli, nilai tukar melemah terutama Lira turun sekitar 23 persen. Peso Argentina sekitar 7,7 persen, dan Afrika Selatan sekitar 7,6 persen. Untuk jaga volatilitas sudah meningkat tiga hari ini, BI akan naikkan suku bunga acuan 25 basis poin," ujar Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 15 Agustus 2018.

Ia menambahkan, kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 5,5 persen untuk meredakan volatilitas usai krisis Turki. Fundamental Turki kurang baik membuat investor global khawatir. Hal tersebut membuat persepsi sama terhadap negara berkembang yang mirip dengan Turki antara lain Meksiko, Afrika Selatan, India, Indonesia, dan Filipina.

Selain meredam volatilitas, menurut Josua, BI menaikkan suku bunga acuan untuk menekan pelebaran defisit transaksi berjalan. Pada kuartal II 2018, defisit transaksi berjalan tembus tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Oleh karena itu, dengan menaikkan suku bunga acuan diharapkan dapat membuat daya tarik Indonesia cukup tinggi. “Dana investor asing dari Jumat berkurang dengan kurang portofolio di negara berkembang sehingga membuat rupiah tertekan,” kata Josua.

Meski demikian, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia dapat mendorong kenaikan suku bunga kredit dan simpanan. Namun, Josua melihat, bank akan menaikkan suku bunga secara bertahap dan tidak sebesar kenaikan suku bunga acuan. “Tren sudah kelihatan (kenaikan suku bunga acuan). Bank sudah naikkan suku bunga secara bertahap,’ kata dia.

Ia menambahkan, menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga volatilitas rupiah. Jika volatilitas rupiah dibiarkan akan membuat ongkos terhadap ekonomi menurut Josua akan lebih besar.

”Dampak terhadap ekonomi agak panjang. Rupiah dibiarkan ongkos akan lebih besar. Ini jaga ekspektasi pelaku usaha.Kalau Rupiah sentuh 14.500 maka tingkat konsumsi akan turun, pelaku usaha akan berbondong-bondong beli dolar hal itu harus diperhatikan,” kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya