Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun signifikan pada perdagangan Rabu (19/2/2025). Hal ini setelah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan 5,75 persen dan di tengah rencana reshuffle kabinet.
Mengutip data RTI, IHSG anjlok 1,3 persen ke posisi 6.783 pada Rabu, 19 Februari 2025 pukul 15.13 WIB. Indeks LQ45 turun 2,5 persen ke posisi 783,53. Sebagian besar indeks saham acuan tertekan.
Advertisement
Baca Juga
Jelang penutupan perdagangan, IHSG berada di level tertinggi 6.886,92 dan level terendah 6.773,90. Sebanyak 380 saham melemah sehingga menekan IHSG. 203 saham menguat dan 205 saham diam di tempat.
Advertisement
Total frekuensi perdagangan 1.038.159 kali dengan volume perdagangan 16,3 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 9,2 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.329.
Mayoritas sektor saham tertekan kecuali sektor saham teknologi dan sektor saham industri. Sektor saham teknologi melambung 5,18 persen dan catat penguatan terbesar. Sektor saham industri bertambah 0,03 persen.
Sementara itu, sektor saham energi terpangkas 0,29 persen, sektor saham basic terperosok 0,73 persen, sektor saham industri tergelincir 0,01 persen, dan sektor saham consumer nonsiklikal susut 0,57 persen.
Selain itu, sektor saham consumer siklikal melemah 0,14 persen, sektor saham kesehatan turun 0,97 persen, sektor saham keuangan merosot 1,54 persen. Lalu sektor saham properti merosot 0,75 persen, sektor saham infrastruktur turun 0,94 persen dan sektor saham transportasi melemah 0,76 persen,
Pada perdagangan Rabu pekan ini, saham AKRA naik 0,83 persen ke posisi Rp 1.210 per saham. Harga saham AKRA dibuka naik 15 poin ke posisi Rp 1.235 dan level terendah Rp 1.190 per saham. Total frekuensi perdagangan 6.018 kali dengan volume perdagangan 183.579 saham. Nilai transaksi Rp 22,3 miliar.
Harga saham ADHI naik 0,99 persen ke posisi Rp 204 per saham. Harga saham ADHI dibuka naik dua poin ke posisi Rp 204 per saham. Harga saham ADHI berada di level tertinggi Rp 204 dan terendah Rp 199 per saham. Total frekuensi perdagangan 491 kali dengan volume perdagangan 49.326 saham. Nilai transaksi Rp 992,4 juta.
Bank Indonesia Tahan Bunga Acuan 5,75% pada Februari 2025
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) resmi mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Februari 2025, Rabu (19/2/2025).
Ketetapan Bank Indonesia ini didapat setelah jajaran petinggi bank sentral melakukan rapat bersama selama dua hari pada 18-19 Februari 2025.
"Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18-19 Februari 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-rate sebesar 5,75 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Februari 2025 juga menahan suku bunga deposit facility di kisaran 5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6 persen.
"Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga agar perkirakan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran pemerintah, yaitu 2,5 plus minus 1 persen," imbuh Perry.
Menurut dia, stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati prospek ekonomi dan pertumbuhan ekonomi dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-rate, dengan mempertimbangkan pergerakan nilai tukar rupiah," tuturnya.
Advertisement
Buka Ruang Penurunan
Sebelumnya, Perry juga telah menekankan, penurunan suku bunga acuan BI-rate masih terbuka lebar pada 2025.
Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, terjaganya nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya, dan perlunya upaya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perry menjelaskan, dalam mengambil keputusan mengenai penurunan suku bunga, Bank Indonesia memperhatikan tiga faktor utama yakni perkiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nilai tukar. Ketiga faktor ini saling berkaitan dan mempengaruhi langkah kebijakan moneter yang akan diambil oleh BI.
"Dalam menentukan BI Rate kita akan melihat bagaimana, satu, perkiraan inflasi ke depan. Kedua, bagaimana kita melihat tujuan bersama mendorong pertumbuhan supaya 5,2 persen tahun ini bisa tercapai. Ketiga, kami melihat stabilitas nilai tukar. Tiga hal itu utamanya kita lihat," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers KSSK, di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Januari 2025.
Dasar Pertimbangan
Adapun pertimbangan pertama, adalah inflasi yang diperkirakan tetap rendah. Bank Indonesia memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir tahun 2024 sekitar 2,7 persen, dengan inflasi inti yang diperkirakan berada di angka 2,6 persen.
Inflasi yang terjaga ini akan memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, tanpa harus khawatir akan lonjakan harga yang bisa mengganggu daya beli masyarakat.
"Dari pertimbangan ini kenapa ruang penurunan suku bunga itu terbuka," ujarnya.
Pertimbangan kedua adalah mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan Bank Indonesia bersama-sama berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar mencapai target 5,2 persen pada 2024.
Dalam konteks ini, penurunan suku bunga dianggap dapat memberikan stimulus tambahan bagi sektor riil, mendorong investasi, serta memperkuat konsumsi domestik.
"Kami semua dari fiskal, moneter, dan OJK tidak hanya menjaga stabilitas sistem keuangan, tapi juga bersama mendorong pertumbuhan supaya pertumbuhan 5,2 persen bisa didorong. Dalam konteks ini kenapa ruang penurunan suku bunga ini perlu turut mendorong pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Advertisement
