Tekan Defisit Perdagangan, Pemerintah Diminta Genjot Produksi Migas Nasional

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 mengalami defisit sebesar USD 2,03 miliar.

oleh Nurmayanti diperbarui 15 Agu 2018, 21:50 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2018, 21:50 WIB
Capaian Ekspor -Ekspor impor
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 tercatat defisit sebesar USD 2,03 miliar. Kondisi ini berasal dari impor yang telah mencapai USD 18,27 miliar, sementara nilai ekspor hanya mencapai USD 16,24 miliar.

Bila melihat secara data, kinerja perdagangan Indonesia masih bisa terbilang baik saja bila impor migas tak meningkat terlalu besar. Hal ini terlihat pada ekspor nonmigas pada Juli 2018 yang tumbuh tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Tren ekspor non migas pun diyakini masih akan tumbuh ke depannya.

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan, untuk mengatasi defisit perdagangan, pemerintah diharapkan meningkatkan produksi migas dari dalam negeri. "Salah satunya program peningkatan penggunaan biodiesel dijalankan sesuai rencana," ujar Politisi PDI P ini di Jakarta, Rabu (15/8/2018) 

Dari sisi ekspor, ia menyarankan perlunya pemberian insentif untuk produk-produk dengan konten lokal yang besar. "Hilirisasi industri juga harus dilakukan secara serius agar produk-produk ekspor bernilai tambah tinggi," imbuhnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang Juli 2018 mengalami defisit sebesar USD 2,03 miliar. Sebelumnya neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD 1,74 miliar pada Juni 2018.

"Neraca perdagangan kita pada Juli 2018 defisit USD 2,03 miliar. Jadi tahun ini, Januari defisit, Februari defisit, Maret surplus, April defisit, Mei defisit, Juni surplus, dan Juli kembali defisit," kata Kepala BPS, Suhariyanto, di Kantornya, Rabu 15 Agustus 2018.

Sementara itu, BPS mencatat posisi ekspor Indonesia pada Juli 2018 sebesar USD 16,24 miliar atau naik 25,19 persen dibanding Juni 2018. Ekspor ini disumbang oleh sektor migas sebesar USD 1,43 miliar dan nonmigas USD 14,81 miliar. 

"Nilai ekspor per sektor disumbang oleh migas menyumbang ekspor USD 1,43 miliar, pertanian USD 0,3 miliar, industri pertanian USD 11,79 miliar dan pertambangan serta sektor lainnya menyumbang USD 2,72 miliar," ujar dia.

Dari sisi impor tercatat sebesar USD 18,27 miliar atau naik 62,17 persen dibandingkan dengan Juni 2018. Migas menyumbang USD 2,61 miliar dan nonmigas menyumbang impor UDD 15,66 persen. 

Nilai impor tertinggi per sektor disumbang oleh konsumsi sebesar USD 1,72 miliar naik 70,50 persen. Bahan baku sebesar USD 13,67 miliar atau naik 59,28 persen serta barang modal diimpor sebesar USD 2,88 miliar atau naik 71, 95 persen. 

Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati sebelumnya menuturkan, peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi kenaikan impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi.

Berdasarkan data BPS, nilai ekspor pada Juli 2018 mencapai USD 16,24 miliar atau tumbuh 25,19 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month to month). Sedangkan, dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, ekspor tumbuh 19,33 persen (year on year).

Jika dirinci, ekspor nonmigas Juli mencapai USD 14,81 miliar. Capaian ini tumbuh 31,18 persen dibandingkan Juni 2018. Sementara dibandingkan ekspor nonmigas Juli 2017 juga naik 19,03 persen.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juli 2018 mencapai USD 104,24 miliar atau meningkat 11,35 persen dibanding periode yang sama pada 2017. Sedangkan ekspor nonmigas mencapai USD 94,21 miliar atau meningkat 11,05 persen. Kinerja ekspor yang baik ini, dicapai pada saat kondisi perekonomian global yang belum pulih.

Pun jika hanya melihat impor non migas, masih dinilai sehat karena masih banyak berupa bahan baku penolong ataupun bahan modal yang mengindikasikan industri berjalan baik.

“Ini menunjukkan kegiatan ekonomi atau kegiatan industri mungkin sudah membaik karena ada permintaan bahan kimia organik. Kemudian besi dan baja untuk sektor konstruksi,” kata Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih.

Menurutnya, jika ada impor bahan baku atau barang modal, kemungkinan akan ada peningkatan ekspor dalam waktu tiga bulan ke depan. “Kalau importir impor sekarang, itu biasanya untuk dua tiga bulan ke depan,” ujarnya.

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

 

Impor Nonmigas

Capaian Ekspor - Impor 2018
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kenaikan impor migas dipicu meningkatnya nilai impor seluruh komponen migas. Ini antara lain, minyak mentah, hasil minyak dan gas masing-masing USD 81,2 juta (15,01 persen), USD 382,4 juta (28,81 persen) dan USD 11,7 juta (4,29 persen).

Kepala BPS Suhariyanto menjabarkan, impor nonmigas menurut golongan barang yang terbesar berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018. Produk tersebut adalah golongan barang mesin dan pesawat mekanik dengan kontribusi 16,78 persen.

Kemudian, mesin dan peralatan listrik (13,45 persen), besi dan baja (6,26 persen), plastik dan barang dari plastik (5,71 persen), serta bahan kimia organik (4,4 persen).

Sementara itu, golongan barang impor nonmigas yang mengalami penurunan terbesar adalah golongan gula dan kembang gula, serta bijih, kerak dan abu logam.

“Banyaknya impor bahan modal seperti permesinan serta plastik, besi dan baja, memang tinggi antara lain karena gencarnya pemerintah dalam rangka menggalakkan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah,” jelas dia.

Meskipun penyumbang terbentuknya defisit neraca perdagangan di bulan Juli adalah pertumbuhan impor migas maupun nonmigas, namun sesungguhnya, tingginya impor di sektor migaslah menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan yang mencapai USD 3,09 miliar.

“Defisit Januari-Juli 2018 sebesar USD 3,09 miliar disebabkan karena migas. Kita tahu harga migas memang sedang naik,” ujarnya.

Terkait tingginya impor migas, Lana berharap pemerintah segera merealisasikan program biofuel demi memangkas impor migas. Juga, merealisasikan pembangunan kilang.

“Lalu, dengan infrastruktur yang sudah mau selesai seperti MRT dan LRT, itu mungkin akan mengurangi impor minyak. Kan sebentar lagi mau jadi,” tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya