Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dampak pengenaan tarif impor Amerika Serikat yang mengancam Indonesia.
Lantaran Presiden Donald Trump mulai menyasar negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan Amerika Serikat untuk dikenakan tarif impor tersebut. Indonesia termasuk dalam 15 besar negara dengan surplus, sehingga berpotensi terdampak secara signifikan.
Advertisement
Baca Juga
"20 negara yang mencatatkan surplus terhadap Amerika artinya Amerika defisit terhadap negara ini, Indonesia ada di nomor 15," kata Sri Mulyani dalam konferensi Pers APN Kita Maret 2025, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Advertisement
Menurut Sri Mulyani, jika kebijakan tarif ini diterapkan, akan terjadi peningkatan biaya dalam rantai pasok sektor manufaktur dan digital. Biaya produksi dan logistik akan naik, mengingat banyak komponen dalam industri ini masih bergantung pada impor dan ekspor antarnegara.
"Kalau diberlakukan kebijakan tarif kepada semua negara surplus, Indonesia ada di dalam rangkaing 15 dan ini akan berpotensi menciptakan biaya dari supply chain sektor manufaktur dan terutama untuk sektor digital yang akan meningkat," ujarnya.
Selain itu, volatilitas harga komoditas yang terus bergejolak dalam beberapa minggu terakhir semakin memperumit keadaan.Perubahan ini juga memaksa negara-negara untuk mengevaluasi kembali strategi ekonomi mereka.
"Rantai pasoknya juga akan mengalami disrupsi harga komoditas mengalami volatilitas dan sentimen market akan terus menerus terayun-ayun volatile, seperti yang terjadi pada minggu-minggu atau satu bulan terakhir," katanya.
Banyak negara yang sebelumnya merasa aman dengan konsep "friendshoring", di mana perdagangan dilakukan dengan negara sekutu kini mulai menyadari bahwa konsep tersebut tidak lagi dapat diandalkan.
"Ini menimbulkan semua negara yang sekarang berpikir peta dunia dari sisi ekonomi seperti apa. Karena ternyata selama ini yang dianggap aman bahkan kalau kita mengatakan friendsharing itu sekarang tidak ada friend lagi gimana kurang friendnya Amerika dan Kanada itu," jelasnya.
Perubahan Peta Ekonomi Global dan Blok Alternatif
Ketidakpastian ini telah mendorong pertumbuhan blok ekonomi alternatif seperti ASEAN dan BRICS. Negara-negara di luar pengaruh langsung Amerika Serikat mulai mencari cara untuk memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi, guna mengurangi ketergantungan pada kebijakan ekonomi negara adidaya.
"Berbagai blok alternatif di luar zona Amerika seperti ASEAN, BRICS ini menjadi memiliki alasan untuk makin bisa tumbuh dan menjadi alternatif," ujarnya.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat tetap menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Setiap kebijakan yang mereka ambil akan berdampak luas pada dinamika ekonomi global, termasuk di Indonesia.
"Meskipun dalam hal ini tentu karena Amerika Serikat adalah negara paling besar di dunia, pasti apa yang dilakukan oleh mereka mempengaruhi seluruh dunia juga," jelas Menkeu.
Advertisement
Implikasi Ekonomi Indonesia dan APBN
Dampak dari kebijakan tarif ini juga akan terasa dalam kebijakan fiskal Indonesia, terutama dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Fluktuasi harga komoditas akibat ketidakstabilan rantai pasok dapat memengaruhi penerimaan negara, khususnya dari sektor ekspor.
"Nah, konteks inilah yang kemudian akan kami bawa ke ekonomi di Indonesia yang nanti akan mempengaruhi APBN dan pelaksanaan APBN kita lihat harga komoditas yang tadi disebabkan karena berbagai macam gejolak order dunia yang mengalami disrupsi," katanya.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi kemungkinan gangguan terhadap pendapatan negara dan mencari strategi baru untuk menjaga stabilitas ekonomi.
"Ini adalah yang harus kita sekarang teliti dan waspadai kalau diberlakukan kebijakan tarif kepada semua negara surplus," pungkasnya.
