Mendag Enggartiasto Blak-blakan soal Izin Impor Pangan

Langkah pemerintah untuk membuka lebar-lebar izin impor pangan seperti beras, garam, dan gula menuai kontroversi.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Sep 2018, 13:54 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2018, 13:54 WIB
Gaya Mendag Enggartiasto Lukita Saat Pemotretan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat pemotretan dalam kunjungannya ke Kantor Liputan6 di SCTV Tower, Jakarta (4/5). Enggartiasto menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah untuk membuka lebar-lebar izin impor pangan seperti beras, garam, dan gula menuai kontroversi. Pasalnya, izin impor terus ditambah dan dilakukan mendekati tahun politik. 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun angkat bicara. Dia menampik semua tuduhan terkait impor bahan pangan tersebut. Meskipun ia orang partai, impor pangan tersebut bukan sebagai sarana untuk mencari dana bagi kepentingan politik. 

Alasannya, impor pangan tersebut bukan keputusan pribadinya. Impor tersebut diputuskan dalam rapat koordinasi yang dihadiri oleh semua pihak terkait. 

Berikut ini penjelasan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito kepada Liputan6.com mengenai polemik impor pangan. 

Kenapa Indonesia masih impor beras?

Sebenarnya kalau boleh tidak impor, saya tidak mau. Tapi tidak ada pilihan. Untuk beras, zaman Pak Harto kita swasembada, tapi setelah itu kita impor. Kondisi seperti saat ini, saya lapor presiden, rakor Kemenko hadir Menteri Pertanian dan Perum Bulog pada Januari 2018.

Berapa izin impor yang sudah dikeluarkan?

Harga naik pasti karena pasokan turun. Harga jual gabah naik karena suplai berkurang. Mereka (petani) tidak bisa tahan gabah, pasti dilepas per hari. Kondisi seperti saat ini, saya lapor presiden, kemudian dirakorkan di Menko, hadir Menteri Pertanian, Dirut Bulog pada Januari ditetapkan impor beras sebanyak 500 ribu ton.

Pada Maret, Juni dan Juli masih terus menurun penyerapannya. kemudian ditambah 500 ribu ton. Pada April sebenarnya Wakil Presiden Jusuf Kalla katakan langsung (impor) 2 juta ton. Tapi siapa tahu ada panen. Pada April dikeluarkan (izin impor) 1 juta ton lagi.

Stok beras yang ada sampai sekarang cukup sampai kapan?

Kebutuhan konsumsi beras 2,5 juta ton per bulan. Bulog tidak bisa 100 persen, karena itu harus dari pasar juga.‎ Di Rakor Menko putuskan ini. Harus disalurkan 13.500 ton per hari kepada pedagang beras di pasar.

Sampai April 2019 kita harapkan cukup. Diharapkan panen (petani) di Maret (2019), sehingga sampai Lebaran aman. Sampai saat ini kita anggap cukup.

Soal impor pangan selalu jadi polemik, sebenarnya penentuan di pemerintah seperti apa?

Tidak ada satu pun impor komoditi seperti beras, gula dilakukan sepenuhnya menjadi kebijakan Menteri Perdagangan. Itu melalui satu proses.

Contoh beras. Kami melakukan tiga kali rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian, dihadiri Menteri Pertanian, saya, Dirut Bulog dan Deputi Menteri BUMN. Kami melihat dari data stok dan kebutuhan serta proyeksi ke depan maka diputuskan dalam rapat pertama (impor) 500 ribu ton.

Rapat kedua pada April tambahan 500 ribu ton. Karena diproyeksikan itu masih kurang, dan rapat ketiga 1 juta ton. Tiga kali rapat.

Setelah rakor menetapkan, dari hasil rakor itu mengeluarkan surat penugasan kepada Bulog. Kemudian Bulog melakukan tender terbuka. Jadi itu di website semua kelihatan.

Jadi terlalu naif kalau ini hanya menteri perdagangan. Ketiga proses impor itu diputuskan dalam rakor, melalui proses pembahasan.

Untuk impor garam bagaimana?

Garam untuk industri dalam rakor yang dipimpin Menteri Koordinator, dihadiri Menteri Perindustrian, Deputi Menteri Kelautan dan Perikanan, Deputi menko Maritim dan saya.

Ditetapkan berdasarkan kebutuhan industri. Jumlahnya dan PT (perusahaannya). Itu pun Menperin memberikan rekomendasi atas permohonan izin impor garam dari keputusan rakor.

Saya mengeluarkan izin impor. Izin impor tidak dikeluarkan tanpa (keputusan) rakor dan rekomendasi.

Untuk gula, kenapa kita juga masih perlu impor?

Gula sama juga. Gula industri tidak bisa diberikan pada BUMN. Icumsa gula BUMN tinggi dan warnanya cokelat. Kualitasnya untuk industri dengan Icumsa yang rendah. Itu semua ada rekomendasi, besarannya pun diputuskan oleh rakor.

Jadi tidak sembarangan melakukan importasi itu. Saya tidak tahu apa alasannya. Semua orang bisa melihat dan bisa dicek dari data, terbuka sekali semua.

Sekadar informasi:

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, dari 59 pabrik gula di Indonesia, 35 pabrik di antaranya telah berumur 100-184 tahun atau sekitar 59,3 persen. Kemudian, 4 pabrik (6,8 persen) berumur 50-99 tahun, 11 pabrik (18,6 persen) berumur 25-49 tahun, dan hanya 9 pabrik (15,3 persen yang berumur di bawah 25 tahun.

Dari sisi produktivitas, dari 59 pabrik, sebanyak 16 pabrik (28 persen) berkapasitas 2.000 ton cane per day (TCD), 27 pabrik (45,6 persen) berkapasitas 2.000-4.000 TCD, 4 pabrik (6,6 persen) berkapasitas 4.000-6.000 TCD, 9 pabrik (13,4 persen) berkapasitas 6.000-8.000 TCD, 1 pabrik (1,4 persen) berkapasitas 8.000-10.000 TCD, dan 3 pabrik (5 persen) yang berkapasitas di atas 10 ribu TCD.

Adapun, dibandingkan negara lain, seperti Thailand, jumlah pabriknya sebanyak 51 pabrik dengan total kapasitas giling sekitar 940 ribu TCD dan rata-rata kapasitas 16.500 TCD per pabrik.

Australia, sebanyak 24 pabrik dengan total kapasitas giling sekitar 480 ribu TCD dan rata-rata kapasitas 11 ribu TCD per pabrik. Dan India, sebanyak 684 pabrik dengan total kapasitas giling 3,42 juta TCD dan rata-rata kapasitas 5.000 TCDper pabrik.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pertanyaan Selanjutnya

Gaya Mendag Enggartiasto Lukita Saat Pemotretan
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat pemotretan dalam kunjungannya ke Kantor Liputan6 di SCTV Tower, Jakarta (4/5). Di Partai Nasdem, Enggartiasto dipercaya menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Petani merasa karena impor maka panen mereka tidak terserap?

Kenapa pabrik gula swasta yang juga berasal dari tebu tidak ada masalahan, karena dia efisien. Bahkan petani tebu yang dibeli tebunya oleh petani tebu swasta tidak ada masalah. Dia beli putus. Jadi ada dua hal, sistem dan efisiensinya.

Berapa harga pokok gula yang dijual oleh pabrik gula swasta yang berasal dari tebu. Apakah dia onfarm atau dia beli. Range-nya antara Rp 5.500-8.000 per kg. Untuk BUMN karena mesinnya ada yang 185 tahun usianya, itu dia tidak efisien, menjadi di atas Rp 9.000.

Kemudian apakah kita harus naikkan? Ada 264 juta rakyat Indonesia harus menanggung beban kerugian harga tinggi akibat efisiensi dari pabrik gula BUMN itu. Enggak fair. Mari kita jaga rakyat. Rp 12.500 HET sekarang pun sudah di bawah Rp 12 ribu. Yang sebenarnya adalah harga itu sesuai pak presiden perintah, itu harga terlalu tinggi, marginnya yang dikerjakan oleh swasta. Harusnya Rp 12.000.

Sekarang terbukti, bisa dengan Rp 12 ribu, tapi yang collapse yang tidak efisien. Yang tidak efisien ya tutup saja. Sebenarnya juga harus ada investasi baru atau serahkan kepada swasta karena bumn tidak efisien.

Tudingan importasi pangan menjadi penyebab pelemahan rupiah, bahkan tudingan itu karena anda dari partai?

Mungkin era-nya beliau seperti itu, memutuskan sendiri, mungkin saat beliau juga sebagai Kepala Bulog. Mungkin mekanismenya dengan membagi dan sebagainya.‎ Tapi era sekarang prudent sekali.

Era sekarang tidak diputuskan oleh Menteri Perdagang, tidak diputuskan oleh Dirut Bulog. Tidak. Tetapi melalui suatu proses rakor. Dengan menyatakan itu pencemaran, maka partai Nasdem melakukan somasi dan sangat serius. Sudah (dilayangkan) Rabu kemarin. Kemarin sudah ada jumpa pers dan fakta dan datanya berbeda dengan apa yang disampaikan.

Kondisi nilai tukar rupiah dinilai membuat harga bahan baku industri naik, seperti untuk kedelai yang masih banyak diimpor karena untuk kebutuhan industri tahu tempe. Bagaimana harganya saat ini?

Untuk kedelai, saya panggil importirnya, importir besar. Dia bilang tidak akan naikan (harga kedelai).‎ Harga di sana, di AS turun karena tidak terserap China. Harga tidak naik dan untuk tempe akan diturunkan. Kedelai aman.

Bagaimana dengan ekspor Indonesia?

Dua komoditi unggulan kita selama ini CPO dan batubara. Tapi Pak Presiden instruksikan jangan tergantung pada pasar yang lama dan hanya terbatas pada dua komoditi itu saja. Selama 10 tahun kita tidak ada perjanjian kerjasama baru. Dengan Australia (IACEP) selama 6 tahun. Kita dorong ekspor ke Tunisia. Maroko, Mozambik sebagai pintu masuk ke Afrika dan Eropa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya