Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Ceko menjajaki peluang kerja sama ekonomi khususnya di sektor industri. Potensi kolaborasi kedua negara ini akan dilakukan melalui upaya peningkatan investasi dan ekspor sehingga diharapkan dapat memperkuat struktur manufaktur dan memperbaiki neraca perdagangan nasional.
"Kami mengharapkan dukungan Ceko dalam upaya mempercepat negosiasi Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa. Sebelumnya, Bapak Presiden Jokowi dan PM Australia telah melakukan finalisasi Indonesia-Australia CEPA," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai bertemu dengan Ketua Senat Republik Ceko Milan Stech di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Dia meyakini, apabila kerangka kemitraan bilateral yang komprehensif tersebut terjalin, bakal mendongkrak ekspor produk Indonesia yang signifikan ke Ceko.
Advertisement
Baca Juga
"Beberapa produk manufaktur kita yang punya potensi menembus pasar Ceko, antara lain tekstil dan pakaian, alas kaki, furnitur berbasis kayu, serta pulp dan kertas," kata dia.
Airlangga menyampaikan, pihaknya berupaya menarik investor Ceko untuk menanam modalnya di Indonesia pada sektor industri pengolahan karet. Hal ini selangkah dengan potensi Indonesia termasuk dalam jajaran produsen crumb rubber (karet remah) terbesar di dunia.
"Sementara Ceko punya industri pengolahan karet yang cukup berdaya saing seperti pabrik ban," lanjut dia.
Di samping itu, lanjut dia, Indonesia memiliki industri kereta api yang sudah mampu memproduksi berbagai komponen dan infrastruktur perkeretaapian. Misalnya, rolling stock, trek rel, hingga sistem persinyalan. Ini menjadi peluang kolaborasi di kedua negara untuk saling transfer teknologi.
"Indonesia dapat dijadikan basis pengembangan industri kereta api. Sejumlah negara seperti Australia, Bangladesh, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka telah memesan dan mengimpor kereta api dari Indonesia," papar dia.
Apalagi, Indonesia sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur transportasi guna memperkuat konektivitas termasuk di dalamnya pembuatan kereta api, mass rapid transit (MRT), dan light rail transit (LRT) yang memerlukan teknologi perkeretaapian yang maju.
"Ceko sebagai salah satu negara yang punya teknologi canggih tersebut," ujar dia.
Sektor lainnya yang juga dijajaki untuk bisa dikerjasamakan kedua negara, yakni industri farmasi. "Saat ini, Indonesia termasuk negara yang memiliki program jaminan kesehatan terbesar. Selain itu, industri farmasi Indonesia tengah memulai pengembangan lebih lanjutnya," tutur Airlangga.
Peluang investasi selanjutnya ada di teknologi mini hydro, yang merupakan bagian dari penyediaan energi terbarukan di remote area dan merupakan peluang yang siap digarap di Indonesia.
Untuk memberikan keyakinan kepada para pelaku industri Ceko, Airlangga menegaskan, Pemerintah Indonesia berkomitmen menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Hal ini seiring dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam menyiapkan strategi dan arah yang jelas untuk memasuki era revolusi industri geneasi keempat.
Salah satu program strategisnya, yakni memberikan insentif fiskal. "Nantinya ada insentif untuk inovasi hingga 20 tahun serta skema tax allowance untuk inovasi hingga 200 persen. Ini tentu sangat membantu industri yang berproduksi untuk pasar dalam negeri maupun untuk Asean Community," kata dia.
Selanjutnya
Pada kesempatan yang sama, Milan Stech menuturkan, beberapa peluang kerja sama industri tersebut sangat menarik dikembangkan bagi pihak Ceko. "Kami punya anggota Kadin mencapai 15.000 dari berbagai sektor usaha," ucap dia.
Stech pun menyebutkan, Ceko telah memiliki beberapa sektor manufaktur unggulan di kancah global, seperti industri otomotif, pesawat terbang, dan logistik.
"Kami juga sudah memproduksi kereta dengan kecepatan 200 km/jam yang berkualitas dengan harga yang terjangkau,” ungkap dia.
Terkait hidroenergi, Stech menyatakan jika hal tersebut itu merupakan peluang yang menarik dan pihaknya punya banyak hal yang bisa ditawarkan. Sebab Ceko telah menerapkan teknologi canggih di bidang hidroenergi, yang produknya sudah diekspor.
Menurut catatan Kementerian Perindustrian, pada 2017, total transaksi perdagangan Indonesia-Ceko mencapai USD 265,68 juta atau mengalami peningkatan sebesar 12 persen dibanding periode lima tahun sebelumnya.
Sementara itu, selama 2010-2015, total nilai investasi Ceko di Indonesia mencapai USD 34,35 juta.Sedangkan, pada 2016-2017, investasi Ceko di sektor manufaktur mencapai USD 499,5 ribu untuk tiga proyek yang meliputi industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronika.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement