Indeks Harga Grosir Naik 0,08 Persen pada September

Komoditas yang mengalami kenaikan harga pada September 2018 antara lain batu bara, rokok kretek, plastik dan barang dari plastik impor.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Okt 2018, 16:45 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2018, 16:45 WIB
Ilustrasi supermarket (iStock)
Ilustrasi supermarket (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) umum nonmigas atau indeks harga grosir atau agen pada September naik sebesar 0,08 persen terhadap bulan sebelumnya.

Kenaikan IHPB tertinggi terjadi pada Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,96 persen.  Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, mengatakan beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga pada September 2018 antara lain batu bara, rokok kretek, plastik dan barang dari plastik impor, dan kertas serta karton ekspor. 

"Catatan memang ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga di level grosir," ujar Suhariyanto  saat memberi keterangan pers di Kantor BPS Pusat, Jakarta, Senin (1/10/2018).

Suhariyanto melanjutkan, IHPB Bahan Bangunan atau Konstruksi pada September 2018 naik sebesar 0,57 persen terhadap bulan sebelumnya. Antara lain disebabkan oleh kenaikan harga besi beton, aspal, tanah uruk, besi lainnya, dan perlengkapan listrik. 

Sementara itu, IHPB umum naik 0,16 persen pada Agustus 2018 terhadap bulan sebelumnya. Kelompok Barang Ekspor merupakan penyumbang andil dominan pada kenaikan IHPB, yaitu sebesar 0,13 persen. 

"IHPB kelompok barang impor dan kelompok barang ekspor pada Agustus 2018 masing-masing naik sebesar 0,45 persen dan 0,64 persen terhadap bulan sebelumnya," ujar dia.

 

 

September Terjadi Deflasi 0,18 Persen

20151103-Ilustrasi Deflasi-iStockphoto
Ilustrasi Deflasi (iStockphoto)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada September 2018 mengalami deflasi sebesar 0,18 persen. Hal ini didorong harga komoditas menurun pada September 2018.

"Perkembangan harga komoditas September secara umum menunjukkan adanya penurunan," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Senin 1 Oktober 2018.

Dengan deflasi ini, tingkat inflasi Januari-September 2018 sebesar 1,94 persen. Sementara jika dilihat (YoY) September 2017 hingga 2018 sebesar 2,88 persen. Dari 82 kota IHK 66 kota alami deflasi 16 kota masih inflasi.

Deflasi tertinggi di Pare-pare 1,59 persen dan terndah di Tegal, Sigkawang, Samrinda dan Ternate -0,01 persen. Sedangkan inflasi tertinggi di Bengku debgan inflasi 0,59 persen dan terendah di Bungo sebesar 0,01 persen.

Sebelumnya, ekonom perkirakan Indonesia alami deflasi pada September 2018. Hal itu dipicu dari harga pangan turun. Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, September 2018 akan terjadi deflasi sekitar 0,05 persen month to month (MtM) dengan inflasi tahunan sebesar 3,02 persen year on year (YoY).

Perkiraan deflasi itu lebih rendah dari September 2017 sebesar 0,07 persen. Pada Agustus 2018 juga terjadi deflasi 0,05 persen.

"Tren deflasi dalam dua bulan terakhir ini dipengaruhi oleh tren deflasi kelompok volatile food di mana sebagian besar harga komoditas pangan cenderung turun terutama daging ayam dan cabai merah kecuali harga beras yang cenderung meningkat tipis," ujar Josua lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Senin (1/10/2018).

Sementara itu, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual menuturkan, September bisa terjadi deflasi 0,1 persen. Sedangkan kalau terjadi inflasi bisa mencapai 0,1 persen. Hal ini didorong dari harga pangan relatif stabil.

“Pola musiman September-Oktober tahun lalu deflasi. Ini pengaruh harga makanan relatif terkendali. Produsen belum menaikkan harga,” kata David saat dihubungi Liputan6.com.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya