Liputan6.com, Jakarta Masalah ketidakpastian hukum dan harmonisasi aturan, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, menjadi isu yang disinggung pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dalam Debat Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) pertama, tadi malam.
Sandiaga Uno mengatakan, tidak adanya kepastian hukum selama ini membuat dunia usaha kesulitan.
Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengakui, selama ini memang masih ada peraturan daerah (perda) yang tidak sinkron dengan aturan di tingkat pusat. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat tumbuhnya dunia usaha.
Advertisement
"Memang masih ada hambatan dalam sinkronisasi perda di tingkat daerah dan peraturan di pusat. Efek dari otonomi daerah membuat pemda berlomba-lomba membuat aturan, sehingga menimbulkan kerumitan bagi dunia usaha," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Menurut Bhima, dalam empat tahun terakhir, pemerintahan Jokowi Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) memang telah berusaha untuk menghapuskan perda yang dinilai menghambat sektor usaha. Namun sayangnya, upaya tersebut tidak semudah membalikkan kedua tangan.
"Sebelumnya pemerintah pusat coba untuk menghapus perda yang bertentangan dengan regulasi pusat, tapi digagalkan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menghapus wewenang Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota," kata dia.
Akibat belum maksimalnya penghapusan perda yang menghambat dunia usaha, peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia pun kembali melorot.
"Hasilnya karena masih ruwet, Ease of Doing Business atau kemudahan berusaha yang ditargetkan ranking 40 besar, saat ini ada di 73. Dibandingkan tahun lalu justru turun dari peringkat 72," ungkap dia.
Oleh sebab itu, kata Bhima, pada periode pemerintahan berikutnya butuh reformasi aturan secara menyeluruh dari pusat hingga ke daerah. Hal ini untuk menarik minat investor berinvestasi di Indonesia.
"Reformasi regulasi mutlak diperlukan untuk mendorong investasi, khususnya FDI (foreign direct investment) investasi langsung masuk ke Indonesia. Sebagai catatan, FDI sepanjang Januari-September 2018 menurut data BKPM turun 7 persen lebih. Selain karena faktor eksternal juga khawatir jelang Pilpres banyak aturan berubah-ubah," ucap dia.
Dikritik, Jokowi Ajak Prabowo-Sandi Coba Layanan Izin Online
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 dan nomor urut 02 menjalankan debat yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang digelar di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan.
Dalam salah satu sesi debat tersebut, Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga uno mempertanyakan kepastian hukum kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin mengenai cara meningkatkan investasi.
Menurut Sandiaga, masalah kepastian hukum ini juga membuat bisnis di Indonesia, terutama untuk usaha kecil menengah (UKM), sulit berkembang.
Menjabat pertanyaan tersebut, Jokowi menyatakan bahwa saat ini semua usaha atau bisnis mendapat kepastian hukum untuk mengembangkan usaha atau investasi di Indonesia.
Baca Juga
Ia pun meminta kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk menjajal layanan sistem perizinan online atau online single submission (OSS).
Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini tujuannya ingin menciptakan kesederhanaan dalam pelayanan, termasuk pelayanan izin investasi.
Sebelum ada OSS, untuk mengurus izin perlu berbulan-bulan. Namun, dengan adanya OSS ini hanya cukup dua jam saja.
"Jika Pak Prabowo dan Pak Sandi mau berusaha datang ke OSS, tunggu 2 jam izin-izinnya keluar dan bapak bisa mulai usaha," kata Jokowi.
Dengan memperbaiki layanan urus izin investasi, Jokowi yakin hal itu bisa meredam potensi adanya korupsi.
"Ini yang kami lakukan memperbaiki sistem menyederhanakan sistem, sehingga tidak ada korupsi. Ada manajemen kontroling yang baik di situ," tegasnya.
Advertisement