Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa listrik Indonesia akan bertambah 234 Mega Watt‎ (MW) dari 16 ribu ton sampah per hari. Listrik dari sampah ini akan diolah oleh 12 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan,‎ pembangunan 12 PLTSa akan dilakukan dalam empat tahun terhitung sejak 2019 hingga 2022 mendatang. Pembangkit tersebut akan beroperasi di 12 wilayah di Indonesia dengan waktu operasional yang berbeda-beda.
Sesuai rencana, 12 pembangkit tersebut akan mampu menghasilkan listrik hingga 234 Megawatt (MW) dari sekitar 16 ribu ton sampah per hari.
Advertisement
Baca Juga
"Total seluruh rencana pembangkit ini setidaknya bisa mengolah sampah per hari sekitar 16 ribu ton, ini cukup besar untuk kemudian menjadi listrik yang akan dibeli PLN," kata Arcandra, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM Jakarta, Senin (25/2/2019).
Menurutnya, Surabaya merupakan kota pertama yang akan mengoperasikan pembangkit listrik dari sampah tersebut. PLTSa Surabaya dengan kapasitas 10 MW akan mengoperasikan pembangkit listik berbasis biomassa tersebut pada 2019, dari volume sampah sebesar 1.500 ton per hari.
"Investasi yang dikucurkan sekitar USD 49,86 juta," tutur Arcandra.
Lokasi pembangkit dari sampah kedua di tahun yang sama berada di Bekasi. PLTSa tersebut punya investasi USD 120 juta dengan daya 9 MW. Meski demikian, PLTSa tersebut masih menunggu persetujuan studi kelayakan dari PT PLN (Persero) sehingga ada kemungkinan beroperasi pada 2021.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pada 2021
Sementara pada 2021 bakal ada tiga pembangkit sampah yang berlokasi di Surakarta dengan kapasitas 10 MW, Palembang 20 MW dan Denpasar 20 MW. Total investasi untuk menghasilkan setrum dari tiga lokasi yang mengelola sampah sebanyak 2.800 ton per hari sebesar USD 297,82 juta.
Selang setahun padaa 2022, pengoperasian PLTSa akan serentak berada di lima kota dengan investasi, volume sampah dan kemampuan kapasitas yang bervariasi. Kelima kota tersebut antara lain DKI Jakarta sebesar 38 MW dengan investasi USD 345,8 juta, Bandung 29 MW dengan investasi USD 245 juta, Makassar, Manado dan Tangerang Selatan dengan masing-masing kapasitas sebesar 20 MW dan investasi yang sama, yaitu USD 120 juta.
"Perbedaan biaya (inivestasi) itu tergantung teknologinya seperti apa, kapan dimulai pekerjaan, volume dan jenis sampah," tutur Arcandra.
Kehadiran pembangunan PLTSa Sampah tak lepas dari terbitnya Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan program Pembangunan PLTSa. Di dalam aturan tersebut, Pemerintah Daerah bisa menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN, atau swasta untuk mengembangkan PLTSa dan nanti akan mendapatkan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) kepada pemda maksimal Rp500 ribu per ton sampah.
"Jadi Bapak Ibu bisa kalau cukup sampahnya untuk dijadikan waste to energy. Silahkan ajukan dengan mekanisme seperti itu," tandasnya.
Advertisement