RI akan Tolak Kampanye Hitam Eropa pada Pertemuan Produsen Sawit

Pertemuan produsen sawit akan digelar di Jakarta pada 27-28 Maret 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Feb 2019, 20:35 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2019, 20:35 WIB
20160304-Kelapa Sawit-istock
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat terkait persiapan pertemuan negara produsen minyak sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) dengan Malaysia dan Kolombia. Rapat ini berlangsung di Kantpr Kemenko Perekonomian di Jakarta.

Hadir dalam pertemuan ini antara lain Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dan Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar.

Mahendra mengatakan dalam rapat yang dipimpin Menko Darmin tersebut pemerintah sepakat akan membawa beberapa usulan dalam pertemuan CPOPC mendatang. Salah satunya, menolak kampanye [sawit ]( 3814321 "")hitam di Uni Eropa, yakni renewable energy directive (RED) II.

Dalam pertemuan nanti, pemerintah juga berkomitmen dan akan mendorong pemanfaatan sawit untuk biofuel kepada seluruh anggota dalam pertemuan CPOPC.

“Misalnya mendorong pemanfaatan sawit bagi biofuel. Di waktu lalu keliatan Indonesia seperti jalan sendiri dan yang yang lain belum membuat komitmen yang kuat dan Malaysia sudah kuat dan sudah mulai membahas peningkatan setelah ini masuk B20 dan Indonesia sudah masuk ke trail masuk B30,” kata dia, Selasa (26/2/2019).

Di samping itu Mahendra berharap, pertemuan yang akan digelar di Jakarta pada 27-28 Maret ini mampu menghasilkan suatu kesepakatan yang sama. "Ada pernyataan bersama terkait keseluruhan termasuk RED II. Kita mengupayakan dan mengambil langkah untuk menetralisir kebijakan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menambahkan, pemerintah sangat menolak keras dengan adanya RED II. Hal itu karena RED II dinilai hanya bertujuan untuk mengatur sejauh mana biofuel tertentu dapat dihitung negara-negara anggota Uni Eropa untuk mencapai target energi berkelanjutannya.

"Kita tidak setuju dengan RED sebetulnya. Kita merasakan sekali adanya diskriminasi. Jadi kita akan bersikap apa. Secara bersama atau secara bilateral itu yang kita ini kan. Mana kala ada violance terhadap WTO, kita mau gimana nih masing-masing. Kalau kita sikap akan begini," pungkasnya.

Kemenko Perekonomian Belum Berencana Ubah Aturan Pungutan Ekspor CPO

20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian, Muzdalifah Machmud memastikan belum ada rencana terkait perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pungutan ekspor kelapa sawit.

Pernyataan itu, sekaligus merespons pergerakan harga CPO di tingkat internasional.

"Belum ada (rencana perubahan PMK), masih mau dilihat, analisa dulu. Karena posisi kita sekarang ini masih terjepit dari mana-mana. Kita diomongin apalah, pungutan yang kadang-kadang diskriminatif sama Indonesia," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (25/2/2019).

Muzdalifah mengatakan, pihaknya masih membutuhkan kajian apakah nantinya PMK tersebut dapat diubah atau tidak. "Kita melihat di hulunya, di mananya, supaya nanti kita saat ambil kebijakan baru itu tidak mengganggu," imbuhnya.

Dia menambahkan, besar kecil pungutan yang diatur melalui PMK Indonesia tetap akan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya.

"Tetap harus ekspor, kalau enggak, siapa yang mau beli petani kita. Meskipun kita naikkan pungutan, bagaimana dengan petani. Meskipun misalnya kita turunkan, kita tetap harus ekspor terus, produksi naik," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya